Kamis, 30 November 2017

50 Hadits singkat Shahih Bukhari dan faidahnya (9) no.459-515

بسم الله الرحمن الرحيم 

Lanjutan kitab: Shalat

401. Hadits no. 459, Ciri orang beriman saling menguatkan satu sama lain.
Dari An-Nu'man bin Basyirradhiyallahu ‘anhuma-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Kamu akan melihat orang-orang mukmin dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut merasakan sakitnya)." [Shahih Bukhari no.5552]


Koreksi terjemah:
بَابُ تَشْبِيكِ الأَصَابِعِ فِي المَسْجِدِ وَغَيْرِهِ = Bab: Menyilangkan jari-jari di mesjid dan lainnya.

402. Hadits no. 461, Tidak disyari'atkan mengkhususkan shalat di tempat di mana Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- pernah shalat di situ.
Al-Ma’rur bin Suwaid –rahimahullah- berkata: Aku pernah bersama Umar –radhiyallahu ‘anhu- di antara Mekah dan Madinah, kemudian beliau shalat mengimami kami dan membaca surah “Al-Fiil” dan “Al-Quraisy”. Kemudian Umar melihat beberapa kaum yang singgah di suatu tempat kemudian shalat di Masjid, maka Umar bertanya tentang mereka, lalu mereka menjawab: Ini adalah masjid yang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah shalat di dalamnya. Maka Umar berkata:
" إِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمُ اتَّخَذُوا آثَارَ أَنْبِيَائِهِمْ بِيَعًا، مَنْ مَرَّ بِشَيْءٍ مِنَ الْمَسَاجِدِ فَحَضَرَتِ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ وِإِلَّا فَلْيَمْضِ "
“Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian binasa karena mereka menjadikan tempat yang pernah disinggahi oleh nabi-nabi mereka sebagai masjid, barangsiapa yang melewati suatu mesjid kemudian datang waktu shalat maka shalatlah di mesjid itu, jika tidak maka lanjutkalah perjalanannya (tidak perlu singgah di mesjid tersebut). [Mushannaf Abdurrazzaaq no.2734: Shahih]
http://www.saaid.net/bahoth/48.htm


Bab-bab tentang sutrah

403. Hadits no. 463, Jumhur ulama berpendapat bahwa memakai sutrah (pembatas tempat sujud) sewaktu shalat hukumnya sebatas sunnah dengan dalil hadits ini.
Baca selengkapnya di sini!


Koreksi terjemah:
بَابُ سُتْرَةُ الإِمَامِ سُتْرَةُ مَنْ خَلْفَهُ = Bab: Sutrah bagi imam juga sebagai sutrah bagi orang yang shalat di belakangnya.

404. Hadits no. 464, Tombak dijadikan sutrah untuk imam ketika shalat ‘ied di lapangan, atau tiang mikrofon bisa juga sebagai pengganti.


Koreksi terjemah:
بَابُ سُتْرَةُ الإِمَامِ سُتْرَةُ مَنْ خَلْفَهُ = Bab: Sutrah bagi imam juga sebagai sutrah bagi orang yang shalat di belakangnya.

405. Hadits no. 465, Sutrah berfungsi untuk memberi kelonggaran orang yang ingin lewat di depan orang shalat.



Koreksi terjemah:
بَابُ سُتْرَةُ الإِمَامِ سُتْرَةُ مَنْ خَلْفَهُ = Bab: Sutrah bagi imam juga sebagai sutrah bagi orang yang shalat di belakangnya.

Pertanyaan:
Mohon pencerahan ustadz, saat sekarang jika kita sholat di masjid banyak orang yang melakukan sholat (sholat sunah dan wajib) tanpa memakai sutrah, apakah karpet pembatas shoff bisa kita jadikan seperti sutrah sehingga jika tidak melebihi batas karpet shoff diperbolehka lewat? Terima kasih sebelumnya ustadz!

Jawaban:
Beberapa ulama berpendapat bahwa garis atau ujung sejadah/karpet pembatas shaf bisa dijadikan sutrah.
Dengan dalil hadits Abu Hurairah -radhiyallahu 'anhu-; Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- bersabda: "Apabila salah seorang di antara kalian mengerjakan shalat, maka hendaklah dia meletakkan sesuatu di depannya. Jika dia tidak menemukan, hendaklah dia menancapkan sebuah tongkat. Jika dia tidak membawa tongkat, hendaklah dia membuat garis, kemudian tidak memudharatkannya sekalipun ada yang lewat depannya." [Sunan Abi Daud no.591: Hadits ini lemah]
Dan jika orang yang sedang shalat tidak memakai sutrah, maka orang lain boleh lewat di depannya jauh dari tempat sujudnya. Wallahu a’lam!
http://fatwa.islamweb.net

406. Hadits no. 466, Jarak antara tempat sujud dan sutrah adalah selebar untuk jalan satu kambing.


Koreksi terjemah:
بَابُ قَدْرِ كَمْ يَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ بَيْنَ المُصَلِّي وَالسُّتْرَةِ؟ = Bab: Berapa jarak yg semestinya antara org yg shalat dengan sutrahnya?

407. Hadits no. 467, Dalam riwayat lain disebutkan bahwa jarak antara kaki orang yang sedang shalat dengan sutrahnya adalah 3 hastah (1 hasta = jarak antara siku dan ujung jari)
Ibnu 'Umarradhiyallahu ‘anhuma- berkata: Aku bertanya kepada Bilal bin Rabah: Di manakah Rasulullah shallalahu 'alaihi wa sallam shalat saat masuk ka'bah?
Bilal menjawab: Jarak antara beliau dengan tembok sejauh tiga dzira' (hasta). [Musnad Ahmad no.22775: Shahih]


Koreksi terjemah:
بَابُ قَدْرِ كَمْ يَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ بَيْنَ المُصَلِّي وَالسُّتْرَةِ؟ = Bab: Berapa jarak yg semestinya antara org yg shalat dengan sutrahnya?

Pertanyaan:
Apakah benda apapun bisa dijadikan sutrah?

Jawaban:
Iya, yang penting tingginya sekitar 2/3 hasta.
Aisyah berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah ditanya mengenai sutrah (pembatas) seseorang yang sedang shalat. Maka beliau menjawab: 'Ia ialah semisal kayu yang diletakkan di punggung hewan tunggangan (pelana)'." [Shahih Muslim no.771]

* Hadits ini adalah salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dengan sanad tertingginya, antara Imam Bukhari dan Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- hanya diperantarai oleh 3 perawi.

408. Hadits no. 468, Sutrah berada tepat di depan orang yang sedang shalat. Adapun hadits yang menyebutkan bahwa sutrah ditaruh di depan samping kanan atau kiri, maka hadits tersebut lemah.
Al-Miqdad bin Al-Aswad –radhiyallahu ‘anhu- berkata; Saya tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat menghadap kayu, tiang, dan tidak pula pohon, kecuali beliau menjadikannya di depan sebelah kanannya atau kirinya, dan beliau tidak menghadapnya. [Sunan Abi Daud no.594: Dha’if]


Koreksi terjemah:
يُرْكَزُ لَهُ = ditancapkan untuknya.

409. Hadits no. 469, Jika seorang yang shalat tidak memakai sutrah, kemudian ada perempuan atau keledai atau anjing hitam yang lewat di hadapannya, maka shalatnya terputus.
Abu Hurairahradhiyallahu 'anhu- berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Yang memutuskan shalat ialah wanita, keledai, dan anjing. Dan menjaga shalatmu dari hal itu (dengan meletakkan sutrah berupa) seperti kayu yang diletakkan diatas punggung unta." [Shahih Muslim no.790]
Maksud salat terputus menurut jumhur ulama adalah terputus kekhusyu’annya, ada juga yang berpendapat bahwa shalatnya batal.
Dari Abu Sa'idradhiyallahu ‘anhu-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak ada sesuatu yang dapat memutuskan shalat, dan cegahlah (apa yang ingin lewat di hadapanmu saat shalat) semampu kalian, karena ia adalah syetan." [Sunan Abi Daud no.617: Derajatnya diperselisihkan]


410. Hadits no. 470, Siapakah sahabiy yang bersama Anas dalam hadits ini?


Ulama berselisih pendapat dlm hal ini:
Pendapat pertama: Beliau adalah Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu-, karena ia terkenal dengan pemilik (pembawa) dua sendal dan air bersuci Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
'Alqamah berkata; "Aku pernah berkunjung ke negeri Syam lalu shalat dua raka'at di sana kemudian aku berdo'a; "Ya Allah, mudahkanlah aku untuk dapat bermajelis dengan orang shalih". Kemudian aku mendatangi kaum lalu aku bermajelis bersama mereka. Tiba-tiba datang orang yang sudah tua lalu dia duduk di sampingku. Aku bertanya; "Siapakah orang tua ini?". Mereka menjawab; "Dia adalah Abu ad-Darda' radliallahu 'anhu ". Maka aku berkata; "Sungguh aku telah berdo'a kepada Allah agar memudahkanaku bisa bermajelis dengan orang shalih dan ternyata Allah menjadikan anda untukku". Abu ad-Darda' bertanya; "Kamu berasal dari mana?". Aku jawab; "Dari Kufah". Dia berkata lagi; "Bukankah bersama kalian disana ada Ibnu Ummu 'Abd (maksudnya adalah 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu) pembawa sepasang sandal (Nabi shallallahu 'alaihi wasallam), bantal dan bejana (untuk bersuci)?..  [Shahih Bukhari no.3459]
Khaitsamah bin Abu Sabrah berkata; "Aku datang ke Madinah, maka aku memohon kepada Allah supaya Dia memberi kemudahan kepadaku (bertemu) dengan seorang teman yang shalih, lantas Dia memberiku kemudahan kepadaku (bertemu) Abu Hurairahradhiyallahu ‘anhu-, lalu aku duduk dengannya, kataku kepadanya; "Sesungguhnya aku (tadi) memohon kepada Allah supaya memberi kemudahan kepadaku (bertemu) seorang teman yang Shalih, lalu Dia menetapkan kamu kepadaku." Maka Abu Hurairah berkata; 'Dari kamu berasal?" jawabku; "Dari penduduk Kufah, aku datang untuk menuntut kebaikan (ilmu) dan mencarinya." Abu Hurairah berkata; "bukankah di tengah-tengah kalian ada Sa'd bin Malik seorang yang do'anya mustajab, Ibnu Mas'ud seorang yang selalu melayani Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika bersuci dan memakai sandal, ... [Sunan Tirmidziy no.3747: Shahih]
Pendapat ini dilemahkan oleh riwayat lain yang menyebutkan bahwa sahabat yang bersama Anas tersebut umurnya lebih muda dari Anas, sedangkan Ibnu Mas’ud lebih tua dari Anas.
Dari Anas bin Malikradhiyallahu ‘anhu- bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah memasuki kebun dan diikuti seorang anak muda yang membawa tempat air wudhu, ia adalah orang yang paling muda di antara kami. Lalu ia meletakkan air tersebut di samping pohon bidara, setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyelesaikan hajatnya, beliau keluar menemui kami, dan beliau beristinja' dengan air tersebut." [Shahih Muslim no.398]
Pendapat kedua: Beliau adalah Abu Hurairahradhiyallahu ‘anhu-, Abu Hurairah berkata; Apabila Nabi shallallahu 'alaihi wasallam hendak buang hajat, aku membawakannya air di bejana, lalu beliau beristinja dengannya. [Sunan Abi Daud no.41: Hasan]
Adapun perkataan Anas “ia adalah orang yang paling muda di antara kami”, maksudnya adalah paling belakangan masuk Islam.
Akan tetapi pendapat ini dilemahkan oleh riwayat lain yang menyebutkan bahwa sahabi tersebut dari kalangan Anshar, sedangkan Abu Hurairah bukan dari kaum Anshar. Anas berkata:
" كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِي الْخَلَاءَ، فَأَتْبَعَهُ أَنَا وَغُلَامٌ مِنَ الْأَنْصَارِ بِإِدَاوَةٍ مِنْ مَاءٍ، فَيَسْتَنْجِي بِهَا "
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mendatangi tempat buang hajat, lalu beliau diikuti oleh aku dan seorang dari kaum Anshar dengan membawasatu bejanah air, kemudian beliau beristinja dengannya. [Musnad Ath-Thayalisiy no.2248]
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan: Perkataan Anas “dari kaum Anshar” adalah kekeliruan dari salah seorang perawi hadits ini. Atau yang dimaksud dengan “Anshar” di sini adalah secara umum semua sahabat Nabi. [Fahul Bariy 1/252]

Lihat hadits no 148, Alasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membawa tongkat ketika buang hajat.

411. Hadits no. 471, Bab ini dikhususkan oleh Imam Bukhari untuk membantah pendapat yang mengatakan bahwa sutrah tidak dianjurkan ketika di Mekah, dan larangan lewat depan orang shalat tidak berlaku.
Dari Katsir bin Katsir bin Al Muththalib bin Abu Wida'ah, dari sebagian keluarganya, dari Kakeknya, bahwa ia telah melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melakukan shalat (dalam mesjidil haram) di tempat yang terletak setelah pintu Bani Sahm, sementara orang-orang lewat di hadapannya, dan tidak ada sutrah (pembatas shalat) antara keduanya. Sufyan berkata; tidak ada sutrah antara beliau dan Ka'bah. [Sunan Abi Daud no.1724: Dhaif/lemah]


412. Hadits no. 472, Menjadikan tiang mesjid sebagai sutrah ketika shalat.


413. Hadits no. 473, Antusias sahabat Nabi menjadikan tiang mesjid sebagai sutrah ketika shalat sunnah.


* Dianjurkan shalat sunnah sebelum shalat fardhu magrib.
Dari 'Abdullah Al-Muzaniyradhiyallahu ‘anhu-; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Shalatlah sebelum shalat Maghrib!". Beliau berkata, pada kali ketiganya: "Bagi siapa yang mau". Hal ini Beliau sampaikan karena khawatir nanti orang-orang akan menjadikannya sebagai sunnah". [Shahih Bukhari no.1111]

414. Hadits no 474, Boleh shalat di antara dua tiang ketika shalat sendirian, adapun ketika shalat berjama'ah maka hukumnya makruh kecuali jika mesjid telah penuh dengan jamaah.
Qurrahradhiyallahu ‘anhu- berkata: "Pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kami dilarang membuat shaf di antara tiang-tiang, dan kami dijauhkan darinya (jika membuat shaf di anrara tiang-tiang). " [Sunan Ibnu Majah no.992: Hasan]


Pertanyaan 1:
Kalau letak tiangnya ada di shaf kedua gimana? Ini terjadi d masjid tempat kami tinggal.
Jawaban:
Shaf kedua diundurkan ke shaf yang tidak ada tiangnya.

Pertanyaan2:
Maksudnya kebiasaan warga di sana tidak menyarankan hal tersebut. Jadi alternatifnya selain didakwahi adalah apakah lebih memilih shaf 3 jika kebetulan mendapatkan kesempatan d shaft 2?
Jawaban:
Mengisi shaf yang kosong dan terdepan lebih diutamakan sekalipun berada di antara dua tiang, karena sebagian ulama membolehkan shaf di antara dua tiang jika shaf-nya tidak terputus (rapat). Wallahu a’lam!

* Dalam sanad hadits ini ada rawi yg bernama: Juwairiyah bin Asmaa’ bin ‘Ubaid.
Nama “Juwairiyah” dan “Asmaa’”, keduanya bisa untuk laki-laki dan perempuan. [Fathul Bariy karya Ibnu Hajar 2/247]

415. Hadits no. 475, Dalam hadits ini Imam Bukhari -rahimahullah- menyebutkan dua riwayat yg seolah kontradiksi. Riwayat pertama “وَعَمُودًا عَنْ يَمِينِهِ  “ (dan satu tiang di samping kanannya), dan riwayat kedua “عَمُودَيْنِ عَنْ يَمِينِه  “ (dua tiang di samping kanannya ).


Komentar ulama:
1. Riwayat kedua menunjukkan bahwa pada masa Nabi jumlah tiang dalam ka’bah ada enam, kemudian setelah itu tiangnya tinggal lima sebagaimana riwayat pertama “وَكَانَ الْبَيْتُ يَوْمَئِذ  “ (dan Ka’bah pada waktu itu di masa Nabi).
2. Kata (عمود  ) pada riwayat pertama maksudnya adalah mutlak (jins) tidak menunjukkan jumlah 1 tiang, sedangkan riwayat kedua menjelaskan bahwa tiang yang ada di samping kanan Rasulullah ada dua.
3. Tiga tiang yang ada di bagian depan tidak sejajar kecuali dua yang di samping kanan dan kiri Rasulullah, adapun yang satunya lagi berada di posisi lain samping kanan.

416. Hadits no. 476, Disunnahkan mendekat ke sutrah saat shalat.
Dari Sahl bin Abi Hatsmahradhiyallahu ‘anhu-; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Apabila salah seorang di antara kalian shalat dengan sutrah, hendaklah dia mendekat darinya hingga setan tidak dapat memutus shalatnya." [Sunan Abi Daud no.596: Shahih]


Pertanyaan:
Berarti boleh melangkah ke depan saat sholat biar dekat dengan sutrah ?

Jawaban:
Memang hadits Sahl bin Abi Hatsmah ini dijadikan oleh sebagian ulama sebagai dalil bolehnya berjalan sedikit sewaktu shalat jika diperlukan.
Akan tetapi sisi pendalilannya (wajhul istidlal) tidak begitu jelas, karena perintah mendekat ke sutrah dalam hadits ini memiliki dua kemungkinan: dilakukan sebelum memulai shalat, atau bisa juga ketika sedang shalat.
Namun ada beberapa hadits lain yang sangat jelas menunjukkan bolehnya berjalan ketika shalat jika diperlukan. Diantaranya:
Abdullah bin ‘Amr -radhiyallahu 'anhuma-berkata; "Kami bersama Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- pernah menuruni bukit Adzakhir, kemudian tibalah waktu shalat, lantas beliau mengerjakan shalat dengan menjadikan dinding sebagai arah kiblat, sedangkan kami berada di belakang beliau, tiba-tiba ada seekor anak kambing yang lewat di depan beliau di hadapan beliau, namun beliau selalu mencegahnya (dengan berjalan ke depan) sehingga perut beliau hampir menempel di dinding, akhirnya anak kambing tersebut lewat di belakangnya." [Sunan Abi Daud no.607: Hasan]
Aisyah -radhiyallahu 'anha- berkata; Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- sedang mengerjakan shalat, sementara pintu dalam keadaan tertutup, ketika aku datang, aku minta dibukakan pintu, maka beliau berjalan dan membukakan pintu untukku lalu beliau kembali lagi ketempat shalatnya." Disebutkan bahwasanya ketika itu pintu berada di arah kiblatnya. [Sunan Abi Daud no.787: Hasan]
http://www.kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?t=42730

Koreksi terjemah:
Pada bab ini Imam Bukhari -rahimahullah- tidak menyebutkan judul babnya. Bab ini sebagai pemisah dengan bab sebelumnya karena dalam riwayat ini tidak disebutkan shalat di antara dua tiang sebagaimana riwayat sebelumnya.
Hubungan hadits ini dengan kitab shalat, adanya penyebutan jarak antara sutrah dan kaki orang yang shalat.
Lihat hadits no.467

417. Hadits no. 477, Dzahirnya hadits ini menunjukkan bahwa jika hewan tunggangan yang dijadikan oleh Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- sebagai sutrah beranjak pergi di pertengahan waktu shalat, maka beliau mengambil pelananya sebagai sutrah pengganti.
Dari makna ini diambil hukum bahwa disunnahkan mengambil sutrah lain sebagai pengganti jika sutrah yang dipakai sebelumnya telah hilang.
Seperti jika seseorang menjadikan orang yang duduk di depannya sebagai sutrah kemudian orang tersebut meninggalkan tempat duduknya, atau makmun yang masbuq (ketinggalan beberapa raka'at) setelah imamnya salam maka dianjurkan baginya mencari sutrah pengganti.
Namun beberapa ulama menyebutkan makna lain dari hadits ini bahwa hewan tunggangan bisa dijadikan sutrah jika hewan tersebut bisa diam di tempatnya sampai shalat selesai. Adapun jika dikhawatirkan hewan tersebut bergerak pergi sementara dalam shalat, maka cukup mengambil pelananya sebagai sutrah sebelum mulai shalat. Wallahu a'lam!


Koreksi terjemah:
1. Kalimat: قُلْتُ: أَفَرَأَيْتَ إِذَا هَبَّتْ الرِّكَابُ = “Aku bertanya: Bagaimana menurutmu jika tunggangan itu bergerak pergi?”
Al-Hafidz Ibnu Hajar -rahimahullah- berpendapat bahwa secara dzahir pertanyaan ini diucapkan oleh Nafi’ dan yang ditanya adalah Ibnu Umar, akan tetapi dalam riwayat lain dijelaskan bahwa yang bertanya adalah Ubaidullah bin Umar dan yang ditanya adalah Nafi’.
Dengan demikian kalimat selanjutnya (...قَالَ كَانَ يَأْخُذُ هَذَا الرَّحْل) adalah jawaban dari Nafi yang ia riwayatkan secara mursal (terputus) dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
2. Kalimat: كَانَ يَأْخُذُ هَذَا الرَّحْلَ  = Beliau -shallallahu ‘alaihi wasallam- mengambil pelananya.
3. Kalimat: فَيُصَلِّي إِلَى آخِرَتِهِ أَوْ قَالَ مُؤَخَّرِه  = Kemudian beliau shalat menghadap ke bagian belakang pelananya.

* Pohon dijadikan sebagai sutrah.
Ali -radhiallah 'anhu- berkata; "Saya menyaksikan pada malam peristiwa Badar bahwa tidak seorangpun kecuali tertidur selain Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau shalat menghadap pohon dan berdoa sampai pagi.” [Musnad Ahmad no.1103: Shahih]

418. Hadits no. 478, Hadits ini adalah salah satu contoh yang menunjukkan kedalaman ilmu Aisyah ummul mu’miniin -radhiyallahu ‘anha-, beliau terkenal banyak mengeritisi pendapat yang dianggapnya keliru dan menyelisihi hadits Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam-. Seperti dalam hadits ini Aisyah membantah pendapat sahabi yang mengatakan bahwa wanita, anjing, dan keledai jika lewat depan orang shalat akan memutuskan shalatnya.
Beberapa ulama telah mengumpulkan beberapa keritikan Aisyah -radhiyallahu ‘anha- terhadap para sahabat, diantaranya:
Imam Badruddin Az-Zarkasyiy (w.794H) dalam kitabnya: الإجابة لإيراد ما استدركته عائشة على الصحابة
Dan Imam As-Suyuthiy (w.911H) dalam kitabnya: عين الإصابة في استدراك عائشة على الصحابة
Lihat: Buku tentang Aisyah radhiyallahu 'anha


Koreksi terjemah:
1)السَّرِيرِ  = ranjang.
2)  فَيَتَوَسَّطُ السَّرِيرَ فَيُصَلِّي= Beliau berdiri menghadap bagian tengah ranjang, kemudian shalat.
3)فَأَكْرَهُ أَنْ أُسَنِّحَهُ فَأَنْسَلُّ مِنْ قِبَلِ رِجْلَيْ السَّرِيرِ  = “Dan aku tdk ingin lewat di depannya, maka aku beranjak secara perlahan melalui dua kaki ranjang”

419. Hadits no. 480, Ancaman keras bagi orang yang lewat depan orang yang sedang shalat.
Abu Shalih As-Samman berkata, "Pada hari jum'at aku melihat Abu Sa'id Al-Khudriyradhiyallahu ‘anhu- shalat menghadap sesuatu yang membatasinya dari orang-orang (yang lewat). Kemudian ada seorang pemuda dari Bani Abu Mu'aith hendak lewat di depannya. Maka Abu Sa'id menghalangi orang itu dengan menahan dadanya. Pemuda itu mencari jalan tapi tidak ada kecuali di depan Abu Sa'id. Maka pemuda itu mengulangi lagi untuk lewat. Abu Sa'id kembali menghadangnya dengan lebih keras dari yang pertama. Kemudian pemuda itu pergi meninggalkan Abu Sa'id dan menemui Marwan, ia lalu mengadukan peristiwa yang terjadai antara dirinya dengan Abu Sa'id. Setelah itu Abu Sa'id ikut menemui Marwan, Marwan pun berkata, "Apa yang kau lakukan terhadap anak saudaramu ini, wahai Abu Sa'id?" Abu Sa'id menjawab, "Aku pernah mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika seorang dari kalian shalat menghadap sesuatu yang membatasinya dari orang, kemudian ada seseorang yang hendak lewat dihadapannya maka hendaklah dicegah. Jika dia tidak mau maka perangilah dia, karena dia adalah setan." [Shahih Al-Bukhari no.479]


Pertanyaan 1:
Kalau di depannya ada tas yang menghalangi, boleh atau tidak?
Jawaban:
Boleh, begitu pula kalau orang yang sedang shalat tidak pakai sutrah, boleh lewat di depannya jauh dari tempat sujudnya. Wallahu a’lam!

Pertanyaan 2:
Kenapa di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi orang sepertinya kurang perhatian dengan sutrah? Di Jakarta ada mesjid yang punya banyak sekali sutrah, di sana malah hampir tidak ditemukan. Apakah karena terlalu ramai lalu ada perkecualian?
Jawaban:
Untuk Masjidil haram, pada beberapa hadits sebelumnya no.471, Imam Bukhari -rahimahullah- telah mengkhususkan satu bab untuk membantah pendapat yang mengatakan bahwa sutrah tidak dianjurkan ketika di Mekah, dan larangan lewat depan orang shalat tidak berlaku.
Sedangkan di Madinah, beberapa ulama memang menganggap bahwa pembuatan sutrah khusus dalam mesjid adalah bentuk takalluf (memaksakan diri) dalam beribadah, karen para sahabat Nabi tidak melakukan hal demikian dalam mesjid, mereka cukup pmenggunakan tiang mesjid, dinding, atau orang yang duduk di depannya sebagai sutrah. Wallahu a'lam!

420. Hadits no. 481, Boleh shalat menghadap orang yang sedang duduk atau tidur (dijadikan sutrah) jika tidak mengganggu kekhusyu’an dalam shalat.


Koreksi terjemah:
Koreksi 1: بَابُ اسْتِقْبَالِ الرَّجُلِ صَاحِبَهُ أَوْ غَيْرَهُ فِي صَلاَتِهِ وَهُوَ يُصَلِّي = Bab: Seseorang menghadap sahabatnya atau selainnya dalam shalatnya saat ia sedang shalat.
Bab ini mengandung dua makna:
1. Orang yang sedang shalat menghadap orang yang sedang duduk di depannya.
2. Orang yang duduk menghadapkan wajahnya di depan orang yang sedang shalat.
Untuk makna yang kedua, beberapa ulama menghukuminya makruh, sedangkan yang lain membolehkan jika tidak mengganggu kekhusyu’an orang yang sedang shalat.

Koreksi 2: السَّرِيرِ  = ranjang

421. Hadits no. 482, Membangunkan istri untuk shalat malam walau hanya satu raka’at witir.
Dari Abu Hurairahradhiyallahu ‘anhu-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Semoga Allah merahmati seseorang yang bangun malam kemudian shalat lalu membangunkan isterinya, apabila isterinya menolak, dia akan memercikkan air ke mukanya, dan semoga Allah merahmati seorang isteri yang bangun malam lalu shalat, kemudian dia membangunkan suaminya, apabila suaminya enggan, maka isterinya akan memercikkan air ke muka suaminya." [Sunan Abi Daud no.1113: Hasan]


422. Hadits no. 483, Ketika kita melakukan sesuatu yang kemungkinan orang lain berprasangka buruk maka kita wajib menjelaskannya untuk mencegah orang lain terjerumus pada dosa buruk sangka.
Seperti yang dilakukan oleh Aisyah -radhiyallahu ‘anha- menjelaskan alasan kenapa ia merentangkan kakinya ke hadapan Nabi shallallahu alaihi wasallam yaitu karena tidak ada cahaya.
Shafiyyah binti Huyayradhiyallahu ‘anha- berkata; Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sedang melaksanakan i'tikaf aku datang menemui Beliau di malam hari, lalu aku berbincang-bincang sejenak dengan Beliau, kemudian aku berdiri hendak pulang, Beliau juga ikut berdiri bersama aku untuk mengantar aku. -Saat itu Shafiyyah tingal di rumah Usamah bin Zaid-, (Ketika kami sedang berjalan berdua itu) ada dua orang laki-laki yang lewat, dan tatkala melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam keduanya mempercepat langkah. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Kalian jangan terburu-buru, sesunggungguhnya wanita ini adalah Shofiyah binti Huyay". Maka keduanya berkata: "Maha suci Allah, wahai Rasulullah". Lalu Nabi shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Sesungguhnya setan beraksi (menggoda) manusia secepat aliran darah, dan aku khawatir setan akan memasukkan perkara yang buruk pada hati kalian berdua". [Shahih Bukhari no.3039]


423. Hadits 484, Aisyah -radhiyallahu ‘anha- berpendapat bahwa perempuan, keledai, dan anjing tidak memutuskan shalat seseorang jika lewat di depannya. Kemungkinan besar karena hadits dalam masalah ini tidak sampai kepadanya.
Abu Dzarrradhiyallahu ‘anhu- berkata, Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam bersabda, "Apabila salah seorang dari kalian hendak shalat, maka sesungguhnya ia terlindungi jika ia meletakkan sutrah di hadapannya (sutrah) seperti bagian belakang pelana (kayu yang diletakkan diatas hewan tunggangan), apabila di hadapannya tidak ada (sutrah) seperti bagian belakang pelana, maka shalatnya akan terputus oleh keledai, wanita, dan anjing hitam (jika lewat di hadapannya).' Aku bertanya, 'Wahai Abu Dzarr, apa perbedaan anjing hitam dari anjing merah dan kuning? Dia menjawab, 'Aku pernah pula menanyakan hal itu kepada Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam sebagaimana kamu menanyakannya kepadaku, maka jawab beliau, 'Anjing hitam itu setan'." [Shahih Muslim no.789]
Lihat hadits no.469.


Koreksi terjemah:
السرير = ranjang

424. Hadits no. 485, Alasan ulama yang berpendapat bahwa perempuan, keledai, dan anjing tidak memutuskan shalat seseorang jika lewat di depannya. Karena Aisyah -radhiyallahu’anha- pernah tidur di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam- yang sedang shalat. [Lihat hadits no.483]


Bagaimana ulama menyikapi hadits Aisyah yang nampaknya bertentangan dengan hadits Abu Dzar yang menunjukkan bahwa jika wanita lewat di depan org shalat maka akan memutuskan shlatnya? [Shahih Muslim no.789]
1. Hadits Aisyah menasakh (menbatalkan hukum) hadits Abu Dzar. Tapi jawaban ini lemah karena tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa hadits Abu Dzar lebih dahulu ditetapkan dari pada hadits Aisyah.
Kalaupun hadits Abu Dzar telah dibatalkan hukumnya oleh hadits Aisyah, maka yang dibatalkan cuma hukum perempuan, sedangkan himar dan anjing tetap berlaku.
2. Sebab wanita memutuskan shalat karena akan mengganggu kekhusyu’an orang yang shalat, sedangkan hadits Aisyah terjadi dalam situasi gelap gulita sehingga tidak mengganggu kekhusyu’an Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam-. [Lihat hadits sebelumnya no.483]
3. Hadits Abi Dzar umum untuk semua wanita, sedangkan hadits Aisyah memberi pengkhususan untuk istri.
4. Hadits Aisyah mengandung kemungkinan hukum tersebut khusus untuk Nabi shallallahu'alaihiwasallam, sedangkan hadits Abu Dzar sangat jelas hukumnya untuk seluruh umat Islam.
5. Hadits Abu Dzar sifatnya umum jika wanita lewat/melintas di depan orang shalat, sedangkan hadits Aisyah memberi pengkhususan jika sedang duduk atau tidur maka itu tidak memutuskan shalat. Wallahu a’lam!

425. Hadits no. 486, Boleh shalat sambil menggendong anak kecil, dengan demikian jika anak perempuan yang masih kecil lewat depan orang shalat juga tidak memutuskan shalatnya, karena mengendongnya lebih besar kemungkinan mengganggu dari pada hanya sekedar lewat di depannya.
Tapi sebaiknya agar anak kecil tetap dihalau agar tidak lewat depan orang shalat.
Abdullah bin ‘Amr -radhiyallahu 'anhuma- berkata; "Kami bersama Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- pernah menuruni bukit Adzakhir, kemudian tibalah waktu shalat, lantas beliau mengerjakan shalat dengan menjadikan dinding sebagai arah kiblat, sedangkan kami berada di belakang beliau, tiba-tiba ada seekor anak kambing yang lewat di depan beliau di hadapan beliau, namun beliau selalu mencegahnya (dgn berjalan kedepan) sehingga perut beliau hampir menempel di dinding, akhirnya anak kambing tersebut lewat di belakangnya." [Sunan Abi Daud no.607: Hasan]


Koreksi terjemah:
وَلِأَبِي الْعَاصِ بْنِ رَبِيعَةَ بْنِ عَبْدِ شَمْسٍ  = “Dan (Umamah adalah) putri dari Abu Al-'Ash bin Rabi'ah bin 'Abdu Syamsi -radhiyallahu ‘anhu-”.

* Hadits ini menunjukkan bahwa boleh membawa anak kecil ke mesjid, karena kejadian dalam hadits ini terjadi dalam mesjid sebagaimana disebutkan dalam riwayat lain:
Abu Qatadah Al-Anshariradhiyallahu ‘anhu- berkata, "Saya melihat Nabi shallallahu'alaihi wasallam mengimami shalat orang-orang sambil menggendong Umamah binti Abu al-'Ash, bayi Zainab binti Muhammad shallallahu'alaihi wasallam di atas pundak beliau. Apabila beliau rukuk maka beliau meletakkan bayi itu, dan apabila beliau berdiri dari sujud maka mengembalikannya (maksudnya menggendongnya kembali)." [Shahih Muslim no.845]

426. Hadits no. 487, Hubungan hadits ini dengan judul bab dijelaskan dalam riwayat lain bahwasanya Maimunah -radhiyallahu ‘anha- waktu itu sedang haid. [Lihat hadits no.321 dan 488]


427. Hadits no. 488, Keistimewaan Maimunah bint Al-Harits: Ia dan 3 saudarinya mendapatkan gelar iman dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dari Ibnu Abbasradhiyallahu ‘anhuma-; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الْأَخَوَاتُ مُؤْمِنَاتٌ: مَيْمُونَةُ زَوْجُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأُخْتُهَا أُمُّ الْفَضْلِ بِنْتُ الْحَارِثِ، وَأُخْتُهَا سَلْمَى بِنْتُ الْحَارِثِ امْرَأَةُ حَمْزَةِ، وَأَسْمَاءُ بِنْتُ عُمَيْسٍ أُخْتُهُنَّ لِأُمِّهِنَّ
“(Empat) bersaudara yg beriman: Maimunah istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan saudarinya yaitu Ummul Fadhl binti Al-Harits, dan saidarinya yaitu Salma binti Al-Harits istri Hamzah, dan Asmaa’ binti ‘Umais saudari seibu mereka”. [Mustadrak Al-Hakim: Hasan]


428. Hadits no. 489, Hadits Aisyah -radhiyallau ‘anha- ini dijadikan dalil oleh sebagian ulama bahwa menyentuh perempuan tidak membatalkan wudhu.


Dalam hadits lain, Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: "Aku kehilangan Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam pada suatu malam dari kasur peraduanku, lalu aku mencarinya, lalu tanganku mendapatkan kedua telapak kakinya dalam keadaan beliau berada di masjid. Kedua telapak kakinya tegak lurus (sdg sujud), dan beliau berdoa, 'Ya Allah, aku berlindung dengan ridhaMu dari bahaya murkaMu, dan berlindung dengan ampunanMu dari bahaya hukumanMu, dan aku berlindung kepadaMu dar adzabMu, aku tidak bisa menghitung pujian atasMu. Engkau adalah sebagaimana Engkau memuji atas diriMu'." [Shahih Muslim no.751]
Adapun ayat: {atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah} [An-Nisaa’: 43, Al-Maidah: 6]
Maka “menyentuh perempuan” maksudnya adalah bersetubuh (jima’), sebagaimana ditafsirkan oleh Ibnu Abbas -radhiyallahu ‘anhuma-.
Pendapat lain, bahwa menyentuh perempuan membatalkan wudhu, dengan dalil dzahir ayat di atas, adapun hadits Aisyah maka kemungkinan sentuhan tersebut dengan memakai pembatas kain dan tidak secara langsung (kulit dengan kulit).
Pendapat ketiga, bahwa menyentuh perempuan membatalkan wudhu jika mengandung syahwat, dengan dalil dzahir ayat di atas, adapun hadits Aisyah maka sentuhan tersebut tidak dengan syahwat.
Pendapat yang lebih kuat adalah pendapat pertama, dengan alasan:
1. Tidak ada dalil yang jelas menyebutkan bahwa menyentuh perempuan dapat membatalkan wudhu, padahal masalah ini adalah permasalahan yang terjadi dalam keseharian.
2. Hukum asal bagi orang yang sudah berwudhu adalah tetap dalam kondisi suci sampai ada dalil kuat yang membatalkannya.
3. Penafsiran Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhuma- lebih didahulukan dari penafairan selainnya.
4. Dalam ayat tayammum disebutkan penyebab hadat kecil, dan tidak disebutkan hadats besar kecuali menafsirkan makna menyentuh sebagai jimaa’ (bersetubuh).
5. Kata menyentuh dalam hadits Aisyah tidak bisa diartikan dengan memakai lapisan tanpa ada dalil.
6. Jika menyentuh membatalkan wudhu jika dengan syahwat, maka dengan demikian melihat wanita dengan syahwat, atau menyentuh laki-laki cantik dengan syahwat juga bisa membatalkan, dan tidak ada yang berpendapat demikian. Wallahu a’lam!

Kitab: Waktu-Waktu Shalat

429. Hadits no. 492, Mendirikan shalat berarti menjalankannya pada waktunya.
Allah subhanahu wata'aalaa berfirman: {Maka dirikanlah shalat itu. Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.} [An-Nisaa’: 103]


Koreksi terjemah:
1) وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ = Dan sesungguhnya aku adalah utusan Allah.
2) وَأَنْ تُؤَدُّوا إِلَيَّ خُمُسَ مَا غَنِمْتُمْ = dan kalian menyerahkan kepadaku seperlima dari apa yang kalian peroleh dari rampasan perang.
3) Ad-Dubaa’= Bejana yang terbuat dari labu.
4) Al-Hantam= Bejana yang terbuat dari tanah liat.
5) Al-Muqayyar= Bejana yang dilapisi dengan ter/aspal.
6) An-Naqiir= Bejana yang terbuat dari batang pohon kurma.

Pertanyaan:
Ustadz, apa maksud melarang dari ke-4 perkara di atas? Kita penduduk bumi ini, masih lebih banyak pengguna bejana yang terbuat dari tanah liat! Mohon penjelasan Ustadz, syukran!
Jawaban:
Maksudnya dilarang membuat minuman dari rendaman kurma atau anggur kering dengan 4 jenis bejana tersebut, karena akan cepat menjadikannya khamar (memabukkan).
Tapi larangan tersebut sudah di-nasakh (hukumnya tidak berlaku lagi).
Buraidahradhiyallahu ‘anhu- berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Dahulu aku melarang kalian untuk ziarah kubur, maka sekarang ziarahilah. Dahulu aku melarang kalian untuk menyimpan daging hewan kurban lebih dari tiga hari, maka sekarang simpanlah selama jelas bagimu manfaatnya. Dahulu aku melarang kalian membuat nabidz (minuman rendaman anggur kering) selain dalam qirbah, maka sekarang minumlah dari segala tempat air, asal jangan kamu minum yang memabukkan."  [Shahih Muslim no.1623]

430. Hadits no. 493, Inti bai’at itu adalah loyal kepada Islam dan umat Islam, bukan kepada jama’ah atau kelompok tertentu.


* Mendirikan shalat adalah salah satu poin baiat kepada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam-.

Koreksi terjemah:
وَالنُّصْحِ = Dan memberi nasehat.

431. Hadits no. 495, Shalat sebagai penghapus dosa-dosa kecil jika dilkukan dengan wudhu yang baik, serta khusyu’ dan sempurna gerakannya.
Hudzaifahradhiyallahu ‘anhu- berkata, "Kami pernah bermajelis bersama 'Umar, lalu ia berkata, "Siapa di antara kalian yang masih ingat sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentang masalah fitnah? ' Aku lalu menjawab, 'Aku masih ingat seperti yang beliau sabdakan! ' 'Umar bertanya, "Kamu memang ahlinya, dan lebih berhak menyampaikannya" Aku menjawab, 'Yaitu fitnah (cobaan) seseorang dalam keluarganya, harta, anak dan tetangganya. Dan fitnah itu akan terhapus oleh amalan shalat, puasa, sedekah, amar ma'ruf dan nahi munkar." 'Umar berkata, "Bukan itu yang aku mau. Tapi fitnah yang dahsyat seperti dahsyatnya ombak laut." Hudzaifah berkata, "Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya fitnah itu tidak akan membahayakan engkau! antara engkau dengannya terhalang oleh pintu yang tertutup." 'Umar bertanya; "Pintu itu akan dirusak atau dibuka?" Hudzaifah menjawab, "Dirusak." 'Umar pun berkata, "Kalau begitu tidak akan bisa ditutup selamanya! ' Kami (perawi) bertanya, "Apakah 'Umar mengerti pintu yang dimaksud?" Hudzaifah menjawab, "Ya. Sebagaimana mengertinya dia bahwa sebelum esok adalah malam hari. Aku telah menceritakan kepadanya suatu hadits yang tidak ada kerancuannya." Namun kami takut untuk bertanya kepada Hudzaifah, lalu aku suruh Masruq, lalu ia pun menanyakannya kepadanya. Hudzaifah lalu menjawab, "Pintu itu adalah Umar." [Shahih Bukhari no.494]
Utsman bin ‘Affanradhiyallahu ‘anhu- berkata; 'Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah seorang muslim yang ketika waktu shalat telah tiba kemudian dia membaguskan wudhunya, khusyu'nya serta shalatnya, melainkan hal itu menjadi penebus dosa-dosanya yang telah lalu, selama tidak melakukan dosa besar. Dan itu (berlaku) pada seluruh waktu'." [Shahih Muslim no.335]


432. Hadits no. 496, Shalat pada waktunya adalah salah satu amalan yang paling dicintai oleh Allah subhanahu wata’aalaa-.


433. Hadits no. 497, Shalat lima waktu bisa menghapuskan dosa-dosa kecil jika meninggalkan dosa-dosa besar.
Dari Abu Hurairahradhiyallahu ‘anhu-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Shalat lima waktu, dan shalat Jum'at ke Jum'at berikutnya, dan puasa Ramadhan ke Ramadhan berikutnya adalah penghapus untuk dosa antara keduanya apabila dia menjauhi dosa besar." [Shahih Muslim no.344]


434. Hadits no. 498, Allah subhanahu wata’aalaa berfirman: {Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya}. [Al-Ma’un:4-5]
Sa’ad bin Abi Waqqash, Ibnu Mas’ud, dan Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhum- menafsirkan makna “lalai dari shalat” dengan menunda-nunda  pelaksanaannya sampai keluar waktunya tanpa sebab. [Tafsir Ath-Thabariy 15/569 dan 34/659]


Koreksi terjemah:
Anas berkata: Aku tidak mengenal sesuatu amalan (di masa ini) yang perna dilakukan pada masa Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam-. Dikatakan (kepadanya): Shalat (pernah ada di masa Nabi)!. Anas menjawab: Bukankah kalaian sudah memalaikannya seperti yang kalian lakukan saat ini (melaksanakannya di luar waktu)?

435. Hadits no. 499, Menunda-nunda shalat sampai hampir habis waktunya adalah sifat munafiq.
Al-'Ala` bin Abdurrahman -rahimahullah- pernah menemui Anas bin Malikradhiyallahu ‘anhu- di rumahnya di Bashrah,  ketika selesai shalat zhuhur, sementara rumahnya berada di samping masjid. Ketika kami menemuinya, dia bertanya; "Apakah kalian sudah shalat ashar?" 
Kami jawab; "Baru saja kami tinggalkan waktu shalat zhuhur." 
Kata Anas; "Lakukanlah shalat 'Ashar." Maka kami pun melakukan shalat ashar. Ketika kami selesai mengerjaan shalat Ashar, aku mendengar dia mengatakan; Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ashar itulah shalat (yang biasanya ditelantarkan) orang munafik, ia duduk mengamat-amati matahari, jika matahari telah berada di antara dua tanduk setan (sdh mau tenggelam), ia melakukannya dan ia mematuk empat kali (sangat cepat) ia tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali." [Shahih Muslim no.987]


436. Hadits no. 500, Allah Yang Maha Suci berbicara dengan suara, tidak menyerupai suara makhluk-Nya, {Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat} [Asy-Syuraa:11]
Abu Said Al-Khudriy radliyallahu'anhu berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah berfirman: 'Wahai Adam!' Adam menjawab: 'Aku penuhi panggilan-Mu!', lantas Adam dipanggil dengan suara: 'Sesungguhnya Allah tabaraka wa ta'ala menyuruhmu untuk mengeluarkan utusan-utusan dari anak cucumu ke neraka'." [Shahih Bukhari no.6929]
Abdullah bin Mas'udradhiyallahu ‘anhu- berkata:
" إِذَا تَكَلَّمَ اللَّهُ بِالْوَحْيِ، سَمِعَ صَوْتَهُ أَهْلُ السَّمَاءِ، فَيَخِرُّونَ سُجَّدًا، حَتَّى إِذَا فُزِّعَ عَنْ قُلُوبِهِمْ، نَادَى أَهْلُ السَّمَاءِ أَهْلَ السَّمَاءِ: مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ؟ قَالُوا: الْحَقَّ، قَالَ: كَذَا وَكَذَا "
Ketika Allah berbicara dengan wahyu, suaranya didengar oleh penduduk langir kemudian mereka semua tersungkur sujud, sampa ketika hati mereka sudah tenang, penduduk langit berseru, apa yang telah difirmankan oleh Rabb kalian? Mereka menjawab: Kebenaran, Allah berfirman ini dan itu. [Al- Ibanah Al-Kubraa no.16: Hasan]


437. Hadits no. 501, Perbaiki posisi sujudmu, jangan meniru gaya anjing (kedua siku menyentuh lantai), karena pada saat itu engkau sangat dekat dgn Rabb-mu.
Dari Abu Hurairahradhiyallahu ‘anhu-; Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam bersabda, "Keadaan seorang hamba yang paling dekat dari Rabb-nya adalah ketika dia sujud, maka perbanyaklah doa." [Shahih Muslim no.744]


Koreksi terjemah:
يناجي ربه = berbicara secara rahasia dengan Rabb-nya.

438. Hadits no. 502, Yang diperintahkan untuk menunda shalat dzuhur ketika cuaca sangat panas adalah imam, adapun makmum tetap mengikuti imam. Kecuali jika seseorang shalat sendirian, maka ia juga boleh menunda shalat dzuhur sampai cuaca dingin.


Koreksi terjemah:
فَأَبْرِدُوا عَنْ الصَّلَاةِ = Maka tundalah shalat sampai cuaca terasa dingin”

Pertanyaan:
Untuk batasan cuaca dingin di kira kira sampai kapan?
Jawaban:
Di hadits berikutnya (no.503) disebutkan sampai bayangan bukit atau suatu benda terlihat.

439. Hadits no. 503, Islam adalah agama yang penuh rahmat, di mana ada kesulitan di situ ada kemudahan.
Ibnu 'Abbasradhiyallahu ‘anhuma- berkata; Ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam; "Agama manakah yang paling dicintai oleh Allah?" 
Maka beliau bersabda: "Al-Hanifiyyah (yang lurus sesuai agama Ibrahim) As-Samhah (yang mudah, tidak memberatkan)". [Musnad Ahmad no.2003: Shahih ligairih]


Koreksi terjemah:
1) أَبْرِدْ أَبْرِدْ = “Tundalah hingga cuaca dingin, tundalah hingga cuaca dingin”
2) فَأَبْرِدُوا عَنْ الصَّلَاةِ = Maka tundalah shalat sampai cuaca terasa dingin”

440. Hadits no. 504, Cuaca yang sangat panas atau sangat dingin, keduanya adalah hembusan dari neraka jahannam.


441. Hadits no. 505, Neraka sudah ada dan sudah tercipta.
Abu Hurairahradhiyallahu ‘anhu- berkata: Kami bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tiba-tiba beliau mendengar suara sesuatu yang jatuh berdebuk, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya: "Tahukah kalian apa itu?" 
Kami menjawab: Allah dan Rasul-Nya lebih tahu. 
Beliau bersabda: "Itu adalah batu yang dilemparkan ke neraka sejak tujuhpuluh tahun lalu, ia jatuh ke neraka sampai sekarang dan baru mencapai keraknya (paling bawah)."
Dalam riwayat lain: "Ia (batu) yang jatuh ke paling bawah neraka lalu kalian mendengar debukannya." [Shahih Muslim no.5078]


442. Hadits no. 506, Muadzin ikut perintah Imam untuk adzan dan iqomah ketika bepergian jauh, adapun ketika muqim maka muadzin mengikuti waktu setiap shalat untuk adzan dan mengikuti arahan imam ketika iqomah. [Syarah Shahih Al-Bukhariy kry Syekh Ibnu Utsaimin 2/472]


Koreksi terjemah:
1) أَبْرِدْ = “Tundalah hingga cuaca dingin”
2) Firman Allah: Tatafayya’u

443. Hadits no. 508, Awal masuk waktu dzuhur ketika matahari sudah tergelincir ke barat dari pertengahan langit.
Abdullah bin 'Amru bin 'Ashradhiyallahu ‘anhuma- berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah ditanya tentang waktu shalat, beliau lalu bersabda: "Waktu shalat fajar (subuh) sebelum tanduk matahari pertama (sisi bagian atasnya) muncul, dan waktu shalat zhuhur jika matahari telah miring dari pertengahan langit, selama belum tiba waktu shalat ashar, dan waktu shalat ashar selama matahari belum menguning dan tanduk pertamanya (sisi bagian atasnya) menghilang, dan waktu shalat maghrib jika matahari menghilang selama mega merah (syafaq) menghilang, dan waktu shalat isya' hingga pertengahan malam." [Shahih Muslim no.967]


Koreksi terjemah:
1) وَنَسِيتُ مَا قَالَ فِي الْمَغْرِبِ = Abu Al-Minhal berkata: Dan aku lupa apa yg dikatakan Abu Barzah tentang waktu magrib.
2) Syu'bah berkata; "Aku pernah berjumpa denganya (Abu Al-Minhal) pada suatu hari, ia berkata: ...

444. Hadits no. 509, Hadits ini menunjukkan bhw perintah menunda shalat dzuhur sampai cuaca dingin bukan perintah wajib tapi sekedar anjuran (sunnah).
Lihat hadits no.502.


445. Hadits no. 510, Kata ( سبعا ) maksudnya 7 raka’at, setelah shalat magrib 3 raka’at dilanjutkan dengan isya 4 raka’at.
Sedangkan kata (ثمانية  ) maksudnya 8 raka'at, setelah shalat dzuhur 4 raka'at langsung dilanjut dengan 4 raka’a ashar.
Imam Bukhari -rahimahullah- memahami hadits ini bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat dzuhur di akhir waktu hingga dilanjut dengan ashar di awal waktu. Ulama mengenalnya dengan jama’ shuriy.
Dalam riwayat lain: Amru bin Dinar berkata: Aku tanyakan: "Wahai Abu Asy-Sya'tsa' (Jabir bin  Zayd), dugaanku Beliau mengakhirkan Zhuhur (di akhir waktunya) dan menyegerakan 'Ashar (di awal waktunya), dan menyegerakan 'Isya (di awal waktunya) dan mengakhirkan Maghrib" (di akhir waktunya)?" 
Dia (Jabir bin Zayd) berkata: "Aku juga menduga begitu". [Shahih Bukhari no.1103]
Sedangkan ulama lain memahami bahwa dalam hadits ini Rasulullah menjamak haqiqi, yaitu shalat dzuhur di waktu ashar atau ashar di waktu dzuhur, begitu pula dengan magrib dan isya.
Dalam riwayat lain: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah menjamak antara zhuhur dan ashar, maghrib dan isya` di Madinah, bukan karena ketakutan dan bukan pula karena hujan." 
Sa’id bin Jubair berkata; aku tanyakan kepada Ibnu Abbas; "Mengapa beliau lakukan hal itu?" 
Dia menjawab; "Beliau ingin supaya tidak memberatkan umatnya (jika dibutuhkan untuk menjamak shalat)." [Shahih Muslim no.1151]


Koreksi terjemah:
فَقَالَ أَيُّوبُ لَعَلَّهُ فِي لَيْلَةٍ مَطِيرَةٍ قَالَ عَسَى = Ayyub (As-Sakhtiyaniy) berkata, "Barangkali hal itu ketika pada malam itu hujan." Jabir bin Zayd berkata: "Bisa jadi."

446. Hadits no. 511, Awal masuk waktu shalat Ashar ketika bayangan seseorang sama panjang dengan dirinya.
Jabir bin Abdullahradhiyallahu ‘anhuma- berkata, "Jibril 'alaihissalam datang kepada Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam ketika matahari telah condong ke barat, ia berkata: 'Wahai Muhammad, bangkitlah dan tegakkanlah shalat! ' 
Lalu beliau shalat Zhuhur ketika matahari condong ke barat. Kemudian dia menetap hingga tatkala bayangan seseorang seperti aslinya. Ia datang untuk shalat Ashar, lantas berkata: 'Wahai Muhammad, bangkitlah dan tegakkanlah shalat! ' 
Lalu beliau shalat Ashar, ... [Sunan An-Nasaiy no.523: Shahih]


447. Hadits no. 512, Hadits ini menunjukkan anjuran mempercepat pelaksanaan shalat Ashar pada awal waktunya, karena kamar Aisyah ukurannya kecil dan dindingnya rendah, jika bayang-bayang belum mendominasi di kamarnya, berarti matahari masih tinggi.


448. Hadits no. 513, Hadits ini membantah pendapat Imam Abu Hanifah -rahimahullah- yang mengatakan bahwa awal waktu ashar adalah ketika bayang-bayang dua kali lebih panjang dari ukuran suatu benda.


449. Hadits no. 514, Biasakan membawa anak bertemu dengan ulama dan orang-orang shalih.
Abu Rimtsahradhiyallahu ‘anhu- berkata; Aku dan bapakku berangkat menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepada bapakku: "Apakah ini anakmu?" 
Bapakku menjawab, "Benar, demi Tuhannya Ka'bah." 
Beliau bertanya lagi: "Apakah itu benar?" 
Bapakku menjawab, "Aku bersaksi atasnya." 
Abu Rismtsah berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu tersenyum karena aku mirip dengan bapakku dan karena sumpah yang dilakukannya atas diriku. Kemudian beliau bersabda: "Ketahuilah, dia tidak akan memikul dosamu dan kamu tidak akan memikul dosanya." 
Lalu beliau membaca ayat: '{dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain} ' -Qs. Al Isra: 15-. [Sunan Abi Daud no.3897]


Koreksi terjemah:
1)إلى رحْلِهِ  = ke rumahnya.
2) وَنَسِيتُ مَا قَالَ فِي الْمَغْرِبِ = Sayyar bin Salamah (Abu Al-Minhal) berkata: Dan aku lupa apa yang dikatakan Abu Barzah tentang waktu magrib.

450. Hadits 515, Bani ‘Amru bin ‘Auf maksudnya di masjid Qubaa’, karena mereka tinggal di sekitar sana.
Lihat hadits no.518.


Bersambung ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...