Kamis, 21 Desember 2017

Kapan malam dimulai, apakah ketika matahari terbenam atau ketika cahaya matahari di langit hilang?

بسم الله الرحمن الرحيم


Waktu malam dimulai ketika matahari terbenam sekalipun masih ada cahaya di langit, diantara dalilnya:

1.       Akhir puasa ketika masuk malam yaitu magrib.

Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:
{ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ} [البقرة: 187]
Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam [Al-Baqarah: 187]

'Abdullah bin Abu Awfa radhiallahu 'anhu berkata:
كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ وَهُوَ صَائِمٌ، فَلَمَّا غَرَبَتِ الشَّمْسُ قَالَ لِبَعْضِ القَوْمِ: «يَا فُلاَنُ قُمْ فَاجْدَحْ لَنَا»، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ أَمْسَيْتَ؟ قَالَ: «انْزِلْ فَاجْدَحْ لَنَا» قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَلَوْ أَمْسَيْتَ؟ قَالَ: «انْزِلْ، فَاجْدَحْ لَنَا»، قَالَ: إِنَّ عَلَيْكَ نَهَارًا، قَالَ: «انْزِلْ فَاجْدَحْ لَنَا»، فَنَزَلَ فَجَدَحَ لَهُمْ، فَشَرِبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ قَالَ: «إِذَا رَأَيْتُمُ اللَّيْلَ قَدْ أَقْبَلَ مِنْ هَا هُنَا، فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ»
Kami pernah bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam suatu perjalanan dan Beliau berpuasa. Ketika matahari terbenam, Beliau berkata kepada sebagian rombongan; "Wahai fulan, bangun dan siapkanlah minuman (tepung dicampur air) buat kami".
Orang yang disuruh itu berkata: "Wahai Rasulullah, bagaimana jika kita menunggu hingga malam".
Beliau berkata: "Turunlah dan siapkan minuman buat kami".
Orang itu berkata, lagi: "Wahai Rasulullah, bagaimana jika kita menunggu hingga malam".
Beliau berkata, lagi: "Turunlah dan siapkan minuman buat kami".
Orang itu berkata, lagi: "Sekarang masih siang (cahaya matahari masih terlihat di langit)".
Beliau kembali berkata: "Turunlah dan siapkan minuman buat kami".
Maka orang itu turun lalu menyiapkan minuman buat mereka. Setelah minum lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Apabila kalian telah melihat malam sudah datang dari arah sana (beliau menunjuk ke arahh timur) maka orang yang puasa sudah boleh berbuka". [Shahih Bukhari no.1819 dan 1820]

2.       Shalat magrib termasuk shalat malam.

Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:
{وَأَقِمِ الصَّلاَةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ، وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ} [هود: 114]
Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang, yaitu shalat subuh, dzuhur, dan ashar) dan pada bahagian permulaan daripada malam. [Huud:114]

Maksud “shalat permulaan daripada malam” adalah shalat magrib dan isya, ini adalah penafsiran Al-Hasan Al-Bashriy, Mujahid, Qatadah, Muhammad bin Ka’b Al-Quradziy, dan Adh-Dhahhak –rahimahumullah-. Lihat tafsir Ath-Thabariy (12/608).

Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:
{أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ} [الإسراء: 78]
Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam. [Al-Israa':78]

Maksud “shalat gelap malam” adalah magrib dan isya, ini adalah penafsiran Mujahid, dan Qatadah. Lihat tafsir Ath-Thabariy (15/31).

Imam Ath-Thabariy -rahimahullah- berkata:
وَأَوْلَى الْقَوْلَيْنِ فِي ذَلِكَ بِالصَّوَابِ، قَوْلُ مَنْ قَالَ: الصَّلَاةُ الَّتِي أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِإِقَامَتِهَا عِنْدَ غَسَقِ اللَّيْلِ هِيَ صَلَاةُ الْمَغْرِبِ دُونَ غَيْرِهَا، لِأَنَّ غَسَقَ اللَّيْلِ هُوَ مَا وَصَفْنَا مِنْ إِقْبَالِ اللَّيْلِ وَظَلَامِهِ، وَذَلِكَ لَا يَكُونُ إِلَّا بَعْدَ مَغِيبِ الشَّمْسِ.
"Yang paling dekat dengan kebenaran dari kedua pendapat tersebut adalah pendapat yang mengatakan bahwa shalat yang diperintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk didirikan ketika gelap malam adalah shalat magrib bukan selainnya, karena gelam malam adalah seperti yang telah kami sebutkan dari datangnya malam dan gelapnya, dan hal itu tidak terjadi kecuali setelah terbenamnya matahari." [Tafsair At-Thabariy 15/32]

3.       Hadits perumpamaan orang Muslim, Yahudi, dan Nashrani, seperti seseorang yang mempekerjakan satu kaum di siang hari sampai malam yaitu ketika matahari terbenam.

Dari Abu Musa radhiyallahu 'anhu; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
" مَثَلُ المُسْلِمِينَ، وَاليَهُودِ، وَالنَّصَارَى، كَمَثَلِ رَجُلٍ اسْتَأْجَرَ قَوْمًا يَعْمَلُونَ لَهُ عَمَلًا يَوْمًا إِلَى اللَّيْلِ، عَلَى أَجْرٍ مَعْلُومٍ، فَعَمِلُوا لَهُ إِلَى نِصْفِ النَّهَارِ، فَقَالُوا: لاَ حَاجَةَ لَنَا إِلَى أَجْرِكَ الَّذِي شَرَطْتَ لَنَا وَمَا عَمِلْنَا بَاطِلٌ، فَقَالَ لَهُمْ: لاَ تَفْعَلُوا، أَكْمِلُوا بَقِيَّةَ عَمَلِكُمْ، وَخُذُوا أَجْرَكُمْ كَامِلًا، فَأَبَوْا، وَتَرَكُوا، وَاسْتَأْجَرَ أَجِيرَيْنِ بَعْدَهُمْ، فَقَالَ لَهُمَا: أَكْمِلاَ بَقِيَّةَ يَوْمِكُمَا هَذَا وَلَكُمَا الَّذِي شَرَطْتُ لَهُمْ مِنَ الأَجْرِ، فَعَمِلُوا حَتَّى إِذَا كَانَ حِينُ صَلاَةِ العَصْرِ، قَالاَ: لَكَ مَا عَمِلْنَا بَاطِلٌ، وَلَكَ الأَجْرُ الَّذِي جَعَلْتَ لَنَا فِيهِ، فَقَالَ لَهُمَا: أَكْمِلاَ بَقِيَّةَ عَمَلِكُمَا مَا بَقِيَ مِنَ النَّهَارِ شَيْءٌ يَسِيرٌ، فَأَبَيَا، وَاسْتَأْجَرَ قَوْمًا أَنْ يَعْمَلُوا لَهُ بَقِيَّةَ يَوْمِهِمْ، فَعَمِلُوا بَقِيَّةَ يَوْمِهِمْ حَتَّى غَابَتِ الشَّمْسُ، وَاسْتَكْمَلُوا أَجْرَ الفَرِيقَيْنِ كِلَيْهِمَا، فَذَلِكَ مَثَلُهُمْ، وَمَثَلُ مَا قَبِلُوا مِنْ هَذَا النُّورِ " [صحيح البخاري]
"Perumpamaan Kaum Muslimin dan Yahudi dan Nashrani seperti seseorang yang memperkerjakan kaum yang bekerja untuknya pada suatu hari hingga malam dengan upah yang ditentukan. Maka diantara mereka ada yang melaksanakan pekerjaan hingga pertengahan siang lalu berkata: Kami tidak memerlukan upah darimu sebagaimana yang kamu persyaratkan kepada kami (bekerja hingga malam) dan apa yang telah kami kerjakan biarlah nggak apa-apa".
Maka orang itu berkata: "Selesaikanlah sisa pekerjaan, nanti baru kalian boleh mengambil upahnya dengan penuh".
Namun mereka tidak mau dan tidak melanjutkan pekerjaan mereka. Kemudian dia memperkerjakan dua orang pekerja setelah mereka untuk menuntaskan sisa pekerjaan dan berkata, kepada keduanya: "Selesaikanlah sisa waktu hari kalian ini dan bagi kalian berdua akan mendapatkan upah sebagaimana yang aku syaratkan kepada mereka”.
Maka mereka berdua mengerjakannya hingga ketika sampai saat shalat 'Ashar, keduanya berkata, "Untukmu apa yang kami telah kerjakan sia-sia dan untukmu upah seperti yang kamu janjikan kepada kami berdua".
Maka orang itu berkata, kepada keduanya: "Selesaikanlah sisa pekerjaan kalian berdua, waktu siang tidak tersisa kecuali sedikit".
Namun kedua orang itu enggan melanjutkannya. Lalu orang itu memperkerjakan suatu kaum yang mengerjakan sisa hari. Maka kaum itu mengerjakan sisa pekerjaan hingga terbenam matahari dan mereka mendapatkan upah secara penuh termasuk upah dari pekerjaan yang sudah dikerjakan oleh dua golongan orang sebelum mereka. Itulah perumpamaan mereka dan mereka yang menerima cahaya (Islam) ini". [Sahih Bukhari]

4.       Perintah menahan anak dari keluar rumah ketika malam yaitu magrib.

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
" إِذَا اسْتَجْنَحَ اللَّيْلُ، أَوْ قَالَ: جُنْحُ اللَّيْلِ، فَكُفُّوا صِبْيَانَكُمْ، فَإِنَّ الشَّيَاطِينَ تَنْتَشِرُ حِينَئِذٍ، فَإِذَا ذَهَبَ سَاعَةٌ مِنَ العِشَاءِ فَخَلُّوهُمْ، وَأَغْلِقْ بَابَكَ وَاذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ، وَأَطْفِئْ مِصْبَاحَكَ وَاذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ، وَأَوْكِ سِقَاءَكَ وَاذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ، وَخَمِّرْ إِنَاءَكَ وَاذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ، وَلَوْ تَعْرُضُ عَلَيْهِ شَيْئًا " [صحيح البخاري ومسلم]
"Jika malam sudah datang atau malam sudah gelap, maka tahanlah anak-anak kalian (untuk keluar rumah) karena pada saat itu setan sedang berkeliaran. Jika telah berlalu beberapa waktu dari waktu 'isya', bolehlah kalian biarkan mereka dan tutuplah pintu rumah dan sebutlah nama Allah dan padamkanlah lampu-lampu kamu dan sebutlah nama Allah dan tutup tempat minum serta tutup pula bejana (tempat makanan) kamu, walaupun kamu hanya sekedar melintangkan sesuatu di atasnya, dan sebutlah nama Allah". [Sahih Bukhari dan Muslim]

Al-Hafidz Ibnu Hajar –rahimahullah- mengatakan: “Maknanya jika malam datang setelah matahari terbenam”. [Fathul Bari 6/341]
Lihat juga: Irsyaad As-Saariy karya Al-Qasthalaniy (5/295).

5.       Menjenguk di siang hari sampai sore sebelum matahari terbenam.

Dari 'Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
" مَا مِنْ مُسْلِمٍ عَادَ أَخَاهُ إِلا ابْتَعَثَ اللهُ لَهُ سَبْعِينَ أَلْفَ مَلَكٍ يُصَلُّونَ عَلَيْهِ مِنْ أَيِّ سَاعَاتِ النَّهَارِ، كَانَ حَتَّى يُمْسِيَ، وَمِنْ أَيِّ سَاعَاتِ اللَّيْلِ كَانَ حَتَّى يُصْبِحَ " [مسند أحمد: صحيح]
"Tidaklah seorang muslim menjenguk saudaranya, kecuali Allah akan mengutus 70.000 malaikat untuknya yang akan bershalawat kepadanya di waktu siang kapan saja hingga sore, dan di waktu malam kapan saja hingga shubuh." [Musnad Ahmad: Sahih]

As-Sa’aatiy –rahimahullah- berkata:
وقوله "من أي ساعات النهار" أي من وقت العيادة إن كانت بالنهار حتى تغرب الشمس، ومن وقتها إن كانت بالليل حتى يطلع الفجر
Sabda Nabi “kapan saja di waktu siang” maksudnya dari waktu berkunjung jika di siang hari sampai terbenam matahari, dan dari waktunya jika di malam hari sampai terbit fajar. [Bulugul Amaniy syarh Al-Fathurrabaniy 8/16]

6.       Malaikat penjaga siang naik ke langit di waktu ashar dan malaikat penjaga malam menggantikan sampai subuh.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
" تَجْتَمِعُ مَلَائِكَةُ اللَّيْلِ وَمَلَائِكَةُ النَّهَارِ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ وَصَلَاةِ الْعَصْرِ ، فَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ ، فَتَصْعَدُ مَلَائِكَةُ اللَّيْلِ، وَتَثْبُتُ مَلَائِكَةُ النَّهَارِ ، وَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلَاةِ الْعَصْرِ ، فَيَصْعَدُ مَلَائِكَةُ النَّهَارِ، وَتَثْبُتُ مَلَائِكَةُ اللَّيْلِ ، فَيَسْأَلُهُمْ رَبُّهُمْ: كَيْفَ تَرَكْتُمْ عِبَادِي ؟ فَيَقُولُونَ: أَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ، وَتَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ ، فَاغْفِرْ لَهُمْ يَوْمَ الدِّينِ " [مسند أحمد: صحيح]
"Para malaikat (yang menyertai hamba) di malam hari dan malaikat (yang menyertai hamba) di siang hari berkumpul pada waktu salat subuh dan ashar. Maka mereka berkumpul pada waktu shalat subuh, lalu para malaikat (yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga shubuh) naik (ke langit), dan malaikat yang bertugas pada siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu shalat 'ashar dan malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga shalat 'ashar) naik (ke langit) sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka: "Bagaimana kalian meninggalkan hambaku?", Mereka menjawab: "Kami mendatangi mereka, sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka, sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat!" [Musnad Ahmad: Sahih]

7.       Akhir hari Jum’at setelah ashar sebelum malam yaitu magrib.

Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memegang tanganku dan bersabda:
«خَلَقَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ التُّرْبَةَ يَوْمَ السَّبْتِ، وَخَلَقَ فِيهَا الْجِبَالَ يَوْمَ الْأَحَدِ، وَخَلَقَ الشَّجَرَ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ، وَخَلَقَ الْمَكْرُوهَ يَوْمَ الثُّلَاثَاءِ، وَخَلَقَ النُّورَ يَوْمَ الْأَرْبِعَاءِ، وَبَثَّ فِيهَا الدَّوَابَّ يَوْمَ الْخَمِيسِ، وَخَلَقَ آدَمَ عَلَيْهِ السَّلَامُ بَعْدَ الْعَصْرِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ، فِي آخِرِ الْخَلْقِ، فِي آخِرِ سَاعَةٍ مِنْ سَاعَاتِ الْجُمُعَةِ، فِيمَا بَيْنَ الْعَصْرِ إِلَى اللَّيْلِ» [صحيح مسلم]
"Allah 'azza wa jalla menciptakan tanah pada hari Sabtu, menciptakan gunung hari Ahad, menciptakan pepohonan pada hari Senin, menciptakan yang dibenci (keburukan) pada hari Selasa, menciptakan cahaya pada hari Rabu, memperkembang-biakkan hewan-hewan pada hari Kamis, menciptakan Adam 'alaihissalam setelah Ashar hari Jum'at pada akhir ciptaan, di saat akhir hari Jum'at antara Ashar sampai malam". [Sahih Muslim]

Syekh Ibnu Baaz rahimahullah ditanya:
متى يبدأ الليل، هل من بعد أذان المغرب أم من بعد أذان العشاء، وهل يمتد إلى أذان الفجر؟
“Kapan mulainnya malam, apakah setelah adzan magrib atau setelah adzan isya, dan apakah waktu malam berlangsung sampai adzan fajar?”
Beliau menjawab:
الليل ما بين غروب الشمس إلى طلوع الفجر، هذا هو الليل
“Waktu malam antara terbenamnya matahari sampai terbit fajar (shadiq), ini adalah waktu malam”. [Fatawa Nuur ‘alaa Ad-Darb 10/70]

Syekh Ibnu Utsaiminrahimahullah- ditanya tentang awal malam, beliau menjawab:
يبدأ من غروب الشمس إلى طلوع الفجر
“Malam bermula dari terbenamnya matahari sampai terbit fajar”. [Liqaa’ Al-Baab Al-Maftuuh]

Adapun hadits “shalat magrib adalah witirnya siang”:

Hadits ini diriwayatkan dari Ibnu Umar; Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
«صَلَاةُ الْمَغْرِبِ وِتْرُ صَلَاةِ النَّهَارِ، فَأَوْتِرُوا صَلَاةَ اللَّيْلِ، وَصَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى، وَالْوَتْرُ رَكْعَةٌ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ»
“Shalat magrib adalah witir untuk shalat siang, maka witirlah kalian untuk shalat malam, dan shalat malam itu dua raka’at-dua raka’at, dan witir satu raka’at di akhri malam”

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya (9/385) no.5549, pentahkik Al-Musnad mengatakan:
صحيح دون قوله: "صلاة المغرب وتر صلاة النهار فأوتروا صلاة الليل"، فقد سلف الحديث عنه في الرواية (4847) بأنه رواه عدة موقوفاً
Hadits ini shahih kecuali sabda beliau: “Shalat magrib adalah witir untuk shalat siang, maka witirlah kalian untuk shalat malam”, telah dibahas sebelumnya pada riwayat (no.4847) bahwasanya hadits ini diriwayatkan oleh beberapa rawi secara mauquf (perkataan Ibnu Umar).

Diriwayatkan juga secara mauquf dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
«فُرِضَتْ صَلَاةُ السَّفَرِ وَالْحَضَرِ رَكْعَتَيْنِ، فَلَمَّا أَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكْعَتَانِ رَكْعَتَانِ، وَتُرِكَتْ صَلَاةُ الْفَجْرِ لِطُولِ الْقِرَاءَةِ، وَصَلَاةُ الْمَغْرِبِ لِأَنَّهَا وِتْرُ النَّهَارِ»
“Diwajibkan shalat ketika safar (bepergian jauh) dan ketika bermukim (tidak bepergian jauh) dua rak’at- dua raka’at, dan ketika Rasulullah bermukim (di Madinah, shalat ketika bermukim di tambah) dua raka’at-dua raka’at (kecuali magrib tiga raka’at), dan shalat fajar dibiarkan dua raka’at karena bacaannya panjang, demikian pula shalat magrib (tetap tiga raka’at) karena ia adalah witirnya siang”

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam shahih-nya (6/447) no.2738, syekh Albaniy -rahimahullah- menghukuminya shahih dalam silsilah Ash-Shahihah no.2814.

Dengan demikian, hadits "magrib witirnya siang" derajatnya lemah secara marfuu’ dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, yang shahih hanya mauquf dari perkataan Ibnu Umar dan Aisyah saja.

Kalaupun hadits tersebut shahih maka bukan berarti bahwa waktu magrib itu bagian dari waktu siang dan bukan awal malam, karena penamaan magrib sebagai witirnya siang hanya karena waktu magrib sangat dekat dengan waktu siang, sama seperti ketika Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- menamai bulan Ramadhan sebagai bulan idul Fitri, padahal idul Fitri dilakukan pada bulan Syawal.

Dari Abu Bakrah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
" شَهْرَانِ لاَ يَنْقُصَانِ، شَهْرَا عِيدٍ: رَمَضَانُ، وَذُو الحَجَّةِ " [صحيح البخاري]
"Ada dua bulan yang tidak berkurang pahala amalannya (sekalipun jumlah harinya berkurang), dua bulan hari raya ('ied): Ramadan dan Dzul Hijjah.” [Sahih Bukhari]

Ibnu Rajab –rahimahullah- berkata:
هذا قد يستدل به على جواز الوتر، بعد طلوع الفجر، ويكون ايتاراً لصلاة الليل، وان كان بعد خروج الليل، كما يوتر صلاة النهار بالمغرب، وإنما يفعل بعد خروج النهار. [فتح الباري لابن رجب (9/169)]
“Hadits ini (hadits Ibnu Umar tentang magrib witirnya siang) bisa dijadikan dalil akan bolehnya melakukan shalat witir setelah fajar terbit dan ia sebagai witirnya shalat malam sekalipun sudah keluar waktu malam, sebagaimana witir shalat siang dilakukan dengan shalat magrib padalah dilakukan setelah waktu siang keluar.” [Fathul Bari kry Ibnu Rajab 9/169]

Ibnu Al-‘Athar –rahimahullah- berkata:
أما المغرب: فقد وصفها الشرع بوتر النهار؛ لكونها ثلاثية، لا لكونها تصلى في آخر وقت النهار؛ فإنها تصلى في أول الليل بعد غروب الشمس وطلوع الليل من المشرق، وبعد غروب الشمس؛ سميت مغربًا.
“Adapun magrib maka syari’at telah menyifatinya sebagai witirnya siang karena jumlahnya tiga raka’at, bukan karena dilaksanakan pada akhir waktu siang, karena shalat magrib dilaksanakan pada awal malam setelah terbenam matahari dan terbitnya malam dari timur, dan setelah terbenam matahari ia dinamakan magrib”. [Al-‘Uddah fii syarh Al-‘Umdah 1/514]

Jadi penyebutkan magrib sebagai witirnya siang hanya majas bukan secara hakiki, karena Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
«لَا وِتْرَانِ فِي لَيْلَةٍ»
“Tidak ada dua witir dalam satu malam”. [Sunan Abi Daud: Shahih]

Wallahu a’lam!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...