بسم الله الرحمن الرحيم
Lanjutan
kitab: Waktu-Waktu Shalat
451. Hadits no.516, Umar
bin Abdul ‘Aziz –rahimahullah- mengakhirkan shalat dzuhur di akhir waktunya karena
mengikuti kebiasaan pemimpin-pemimpin sebelumnya, kemudian akhirnya sampai
kepada beliau sunnah mendirikan shalat dzuhur di awal waktu.
Atau beliau mengakhirkan shalat
Dzuhur karena ada udzur.
Imam An-Nawawiy –rahimahullah-
mengatakan: Dzahir hadits ini menguatkan kemungkinan pertama, karena kejadian
ini ketika Umar sebagai pejabat di Madinah bukan ketika sebagai khalifah, karena
Anas bin Malik –radhiyallahu ‘anhu- wafat sebelum Umar menjadi Khalifah.
(Syarh Shahih Muslim karya An-Nawawiy 5/124)
452. Hadits no.517, Hadits
mudraj adalah hadits yang dimasuki tambahan yang bukan bagian darinya tanpa ada
pembeda, baik dalam sanad maupun matannya.
Contoh pada hadits ini, kalimat: وَبَعْضُ الْعَوَالِي مِنْ الْمَدِينَةِ عَلَى أَرْبَعَةِ أَمْيَالٍ
أَوْ نَحْوِهِ
Kalimat ini adalah mudraj
pada matan hadits, karena kalimat ini bukan perkataan Anas bin Malik –radhiyallahu
‘anhu-, ini adalah perkataan Az-Zuhriy –rahimahullah- sebagaimana dijelaskan
pada riwayat Abdurrazzaaq dalam Al-Mushannaf (1/547) no.2069:
قَالَ: أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ، عَنِ
الزُّهْرِيِّ قَالَ: أَخْبَرَنِي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ «يُصَلِّي الْعَصْرَ فَيَذْهَبُ الذَّاهِبُ
إِلَى الْعَوَالِي وَالشَّمْسُ مُرْتَفِعَةٌ». قَالَ الزُّهْرِيُّ: وَالْعَوَالِي
عَلَى مِيلَيْنِ أَوْ ثَلَاثَةٍ قَالَ: - وَأَحْسَبُهُ قَالَ: وَأَرْبَعَةٍ -
".
Az-Zuhriy mengatakan: “Dan
Al-’Awaliy berjarak 2 mil atau 3 mil (dari Madinah)”. Ma'mar berkata: “Dan aku
mengira Az-Zurhri berkata: Atau 4 mil”.
Contoh
lain lihat hadits no.133.
Koreksi terjemah:
إِلَى
الْعَوَالِي فَيَأْتِيهِمْ = “menuju
Al-’Awaliy kemudian menemui mereka (penduduknya)”.
Al-’Awaliy adalah
perkampungan yang berada di sekitar Madinah wilayah bagian atas, yang paling
dekat dengan Madinah adalah wilayah masjid Qubaa’ sejauh 2 atau 3 mil, dan yang
paling jauh sekitar 8 mil dari Madinah.
453. Hadits no.518, Syafi’iyah
membagi waktu ashar menjadi lima[1]:
1) Waktu fadhilah (yang
utama): Yaitu awal waktu. (Lihat hadits no.511)
2) Waktu ikhtiyar
(longgar): Yaitu sampai bayang-bayang dua kali lebih panjang dari ukuran asli
suatu benda.
Ibnu Abbas –radhiyallahu
‘anhuma- berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Jibril ‘alaihissalam telah mengimamiku di sisi Baitullah dua kali.
Dia shalat Zhuhur bersamaku tatkala matahari tergelincir (condong) ke barat
sepanjang tali sandal, kemudian shalat Ashar denganku tatkala panjang bayangan
suatu benda sama dengannya, lalu shalat Maghrib bersamaku tatkala orang yang
berpuasa berbuka, kemudian shalat Isya bersamaku tatkala cahaya merah (di
langit) telah hilang, dan shalat Shubuh bersamaku tatkala orang yang berpuasa
dilarang makan dan minum.
Besok harinya, dia shalat Zhuhur
bersamaku tatkala bayangan suatu benda sama dengannya, lalu shalat Ashar
bersamaku tatkala bayangan suatu benda sepanjang dua kali benda itu,
kemudian shalat Maghrib bersamaku tatkala orang yang berpuasa berbuka, lalu
shalat Isya bersamaku hingga sepertiga malam, dan shalat Shubuh bersamaku
tatkala waktu pagi mulai bercahaya. Kemudian Jibril menoleh kapadaku seraya
berkata; 'Wahai Muhammad, inilah waktu shalat para nabi sebelum kamu, dan jarak
waktu untuk shalat adalah antara dua waktu ini'." [Sunan Abu Daud no.332: Shahih]
3) Waktu jawaaz
(dibolehkan): Yaitu sampai matahari menguning.
Dari Abdullah bin 'Amru –radhiyallahu
‘anhuma- bahwa Nabiyullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda;
"Jika kalian melaksanakan shalat fajar, maka waktunya hingga muncul tanduk
matahari pertama (sisi bagian atasnya), jika kalian shalat zhuhur, maka
waktunya hingga tiba waktu shalat ashar, dan jika kalian melaksanakan shalat
ashar, makwa waktunya hingga matahari menguning, jika kalian melaksanakan
shalat maghrib, maka waktunya hingga syafaq (mega merah) menghilang, dan jika
kalian shalat isya', maka waktunya hingga tengah malam." [Shahih Muslim
no.964]
4) Waktu karahah
(dimakruhkan): Yaitu dari matahari menguning sampai tenggelam, shalatnya orang
munafiq. (Lihat hadits no.499)
Dari Anas –radhiyallahu
‘anhu-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Ashar, itulah shalat (yang biasanya ditelantarkan) orang munafik, ia
duduk mengamat-amati matahari, jika matahari telah berada di antara dua tanduk
setan (sudah mau tenggelam), ia melakukannya dan ia mematuk empat kali
(tergesa-gesa) ia tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali." [Shahih
Muslim no.987].
5) Waktu ‘udzur (ada
keringanan): Yaitu waktu dzuhur ketika ada rukhshah (keringanan)
menjamak taqdim. (Lihat hadits no.510)
454. Hadits no.519, Maksud
sabda Nabi -shallallahu'alaihiwasallam-: “kehilangan shalat Ashar”:
a) Tidak melaksanakannya sampai
matahari tenggelam.
b) Tidak melaksanakannya sampai
matahari menguning.
c) Tidak melaksanakannya secara
berjama'ah di mesjid.
d) Terlupa melaksanakan shalat
Ashar sampai lewat waktunya.
Penjelasan lengkapnya baca di
sini: Keutamaan shalat ashar
Koreksi terjemah:
Abu Abdillah (Imam Bukhari)
mengatakan: Makna kalimat {يَتِرَكُمْ},
sama ketika kamu mengatakan “وَتَرْتُ الرَّجُلَ”, bila kamu membunuh seseorang atau kamu
mengambil hartanya.
Imam Bukhari –rahimahullah-
menjelaskan makna kata (وُتِرَ)
dalam hadits ini, begitu pula dalam ayat 35 surah Muhammad: {وَلَن يَتِرَكُمْ أَعْمَالَكُمْ}
{dan Dia (Allah)
sekali-kali tidak akan mengurangi pahala amal-amalmu}
Kata (وُتِرَ) terkadang membutuhkan dua maf'uul
(objek) seperti dalam hadits dan ayat ini, dan terkadang cuma membutuhkan satu maf'uul
seperti perkataan yang disebutkan oleh Imam Bukhari tadi.
455. Hadits 520, Maksud
sabda Nabi -shallallahu'alaihiwasallam- “amalannya terhapus” :
1. Ia telah kafir keluar dari
Islam karena telah melakukan satu dosa besar. Ini adalah pendapat kaum
Khawarij.
2. Ia telah kafir keluar dari
Islam karena sengaja meninggalkan shalat. Ini adalah pendapat orang yang
mengatakan bahwa meninggalkan shalat dengan sengaja hukumnya kafir.
3. Semua amal kebaikannya
terhapus (kafir) jika ia meninggalkannya karena mengingkari kewajiban shalat,
atau menghina orang yang mendirikannya.
4. Hadits ini hanya sebagai
ancaman keras bagi yang sengaja meninggalkan shalat Ashar, tapi makna dzahir
kalimat “terhapus amalannya” tidak dimaksudkan. (Pendapat ini dikuatkan
oleh Ibnu Hajar –rahimahullah- dalam Fathul Baari 2/322)
5. Hanya sebagai majas perumpamaan
seperti orang yang terhapus semua amalannya.
6. Maksudnya, hampir saja
(mendekati) amalannya terhapus.
7. Terhapus amalan shalat
Ashar-nya waktu itu.
8. Amal ibadahnya tidak
bermanfaat di akhirat.
9. Amalan dunia yang
menyebabkannya lalai dari shalat ashar tidak bermanfaat baginya di dunia dan
akhirat.
10. Amal ibadahnya pada hari itu
terhapus. (Pendapat ini dikuatkan oleh syekh Ibnu Utsaimin –rahimahullah-
dalam syarah Shahih Bukhari 2/497)
Lihat: Keutamaan shalat ashar
Koreksi terjemah:
عَنْ أَبِي الْمَلِيحِ = Dari Abi Al-Maliih
456. Hadits no.521, Jika
ingin melihat Allah -subhanahu wata’aalaa- di surga, maka jangan lalaikan
shalat Subuh dan Ashar.
Koreksi terjemah:
ثُمَّ قَرَأَ = kemudian Jarir
membaca ayat ...
Al-Hafidz Ibnu Hajar –rahimahullah-
mengatakan bahwa kalimat (ثُمَّ
قَرَأَ) adalah mudraj, bukan Nabi –shallallahu ‘alaihi
wasallam- yang membaca ayat tersebut tapi Jarir -radhiyallahu ‘anhu-
sebagaimana dijelaskan pada riwayat Imam Muslim dalam shahih-nya no.1002.
[Fathul Bari 2/324]
Pembahasan dan contoh hadits mudraj,
lihat hadits no.133 dan 517.
457. Hadits no.522, Malaikat
penjaga di waktu siang dan malaikat penjaga di waktu malam bergantian menemui
Allah –subhanahu wata’aalaa- untuk menyampaikan amal ibadah hamba-hamba-Nya, mereka
bertemu dan berganti sip di waktu shalat subuh dan ashar.
458. Hadits no.523, Hadits
ini menunjukkan bahwa orang yang sengaja menunda shalat sampai keluar waktunya
maka tidak ada qadha’ baginya kecuali taubat dan memperbanyak shalat sunnah. Karena
Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- hanya memerintahkan untuk melanjutkan
shalat bagi yang terlambat jika ia mendapati satu raka’at sebelum habis waktu.
Koreksi terjemah:
سَجْدَةً = satu sujud
Maksudnya: satu raka’at,
sebagaimana dijelaskan dalam riwayat lain dari Abu Hurairah –radhiyallahu
‘anhu-, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa mendapatkan satu rakaat dari shalat subuh sebelum terbit
matahari berarti dia mendapatkan subuh. Dan siapa yang mendapatkan satu rakaat
dari shalat 'Ashar sebelum terbenam matahari berarti dia telah mendapatkan
'Ashar." [Shahih Bukhari no.545]
459. Hadits no.525, Imam
Bukhari –rahimahullah- menjadikan hadits ini sebagai dalil bahwa orang yang tidak
sengaja meninggalkan shalat sampai akan habis waktunya dan hanya mendapatkan
satu raka’at, maka pahalanya sama ketika ia melakukan seluruh raka’at dalam
waktunya.
Dari Abdullah bun Umar –radhiyallahu
‘anhuma-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya keberadaan kalian dibandingakan ummat-ummat sebelum kalian
seperti masa antara shalat 'Ashar dan terbenamnya matahari. Ahli Taurat
(Yahudi) diberikan Kitab Taurat, kemudian mereka mengamalkannya hingga apabila
sampai pertengahan siang hari mereka menjadi lemah (tidak kuat sehingga melalaikannya).
Maka mereka diberi pahala (masing-masing) satu qirath satu qirath. Kemudian
Ahli Injil (Nashrani) diberikan Kitab Injil, lalu mereka mengamalkannya hingga
waktu shalat 'Ashar, dan mereka pun melemah. Maka merekapun diberi pahala
(masing-masing) satu qirath satu qirath. Sedangkan kita (umat Islam) diberikan
Al-Qur'an, lalu kita mengamalkannya hingga matahari terbenam, maka kita diberi
pahala (masing-masing) dua qirath dua qirath. Kedua Ahlul Kitab tersebut
berkata, 'Wahai Rabb kami, bagaimana Engkau memberikan mereka
(masing-masing) dua qirath dua qirath dan Engkau beri kami (masing-masing) satu
qirath satu qirath. Padahal kami lebih banyak beramal!' Beliau melanjutkan
kisahnya: "Maka Allah 'azza wajalla bertanya: 'Apakah Aku
menzhalimi sesuatu dari bagian pahala kalian?' Mereka menjawab, 'Tidak'.
Maka Allah 'azza wajalla berfirman: 'Itulah karunia-Ku yang Aku
berikan kepada siapa yang Aku kehendaki'." [Shahih Bukhari no.524]
* Hadits ini menunjukkan bahwa
amalan yang lebih banyak dan lama tidak mesti pahalanya juga lebih besar, yang
menentukan adalah kualitas amalan tersebut di sisi Allah ‘azza wa jalla.
Dari Ibnu 'Abbas –radhiyallahu
‘anhuma- dari Juwairiyah –radhiyallahu ‘anha- bahwasanya Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam keluar dari rumah Juwairiyah pada pagi hari
usai shalat Subuh dan dia tetap di tempat shalatnya. Tak lama kemudian
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kembali setelah terbit fajar
(pada waktu dhuha), sedangkan Juwairiyah masih duduk di tempat shalatnya.
Setelah itu, Rasulullah menyapanya: "Ya Juwairiyah, kamu masih belum
beranjak dari tempat shalatmu?"
Juwairiyah menjawab; 'Ya. Saya
masih di sini, di tempat semula ya Rasulullah.'
Kemudian Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam berkata: 'Setelah keluar tadi, aku telah mengucapkan
empat rangkaian kata-kata -sebanyak tiga kali- yang kalimat tersebut jika
dibandingkan dengan apa yang kamu baca seharian tentu akan sebanding, yaitu:
سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ، عَدَدَ خَلْقِهِ، وَرِضَا نَفْسِهِ، وَزِنَةَ
عَرْشِهِ، وَمِدَادَ كَلِمَاتِهِ
“Maha Suci Allah dengan segala
puji bagi-Nya sebanyak hitungan makhluk-Nya, menurut keridlaan-Nya, seberat
arasy-Nya dan sebanyak tinta kalimat-Nya.” [Shahih Muslim no. 4905]
460. Hadits no.526, Disunnahkan
mempercepat pelaksanaan shalat magrib.
Koreksi terjemah:
مَوَاقِعَ نَبْلِهِ = tempat jatuh anak panahnya (yang melesat dari
busurnya).
Dari 'Ali bin Bilal –rahimahullah-
dari orang-orang Anshar mereka berkata; Kami shalat maghrib bersama Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam
kemudian kami bubar. Lalu kami saling melempar anak panah hingga tiba ke rumah
kami dan tempat jatuhnya anak panah itu masih bisa kami lihat. [Musnad Ahmad
no.15819: Hasan]
461. Hadits no.527, Waktu
awal masuk shalat magrib ketika matahari sudah terbenam sempurna tidak terlihat
lagi.
Koreksi terjemah:
قَدِمَ الْحَجَّاجُ = Al-Hajjaj tiba (di Madinah)
Dalam riwayat lain:
كَانَ الْحَجَّاجُ يُؤَخِّرُ الصَّلَوَاتِ
فَسَأَلْنَا جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّه
“Al-Hajjaj seringkali
mengakhirkan shalat, maka kami bertanya kepada Jabir bin Abdullah ... “. [Shahih
Muslim no.1023]
462. Hadits no.528, Keutamaan
menyegerakan shalat magrib di awal waktu:
Martsad bin Abdullah –rahimahullah-
berkata; Tatkala Abu Ayyub –radhiyallahu ‘anhu- mendatangi kami sebagai
tentara perang, dan pada saat itu Uqbah bin Amir –radhiyallahu ‘anhu- menjadi
gubernur Mesir. Dia mengakhirkan shalat Maghrib. Maka Abu Ayyub mendatanginya
dan berkata; Shalat apa ini wahai Uqbah?
Dia menjawab; Kami disibukkan!.
Lantas Abu Ayyub berkata;
Tidakkah engkau pernah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda: "Umatku akan senantiasa dalam kebaikan -atau di atas fithrah-
selama mereka tidak mengakhirkan shalat Maghrib hingga semua bintang-bintang
nampak. [Sunan Abi Daud no.354: Hasan]
463. Hadits no.529, Boleh
menjamak shalat Magrib dengan Isya jika ada udzur seperti bepergian jauh, hujan
deras, sangat ketakutan, sakit, angin kencang, dll.
Atau ada hajat yang mendesak atau
terpaksa, seperti: ujian sekolah/kuliah yang tidak bisa ditinggalkan, operasi
darurat bagi dokter, rapat kantor yang tdk bisa ditunda, dll. Tapi jangan
dijadikan kebiasaan!
464. Hadits no.530, Dengan hadits
ini, sebagian ulama melarang menyebut shalat Magrib dengan nama Isya.
Namun pendapat lain membolehkan
jika penamaan Isya tidak mendominasi atau sampai meninggalkan nama Magrib, dengan
dalil:
Abu Hurairah –radhiyallahu
‘anhu- berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Siapa
pun wanita yang memakai parfum, maka janganlah dia hadir bersama kami dalam
shalat Isya' yang akhir.“ [Shahih Muslim no.675]
Ini menu jukkan bahwa Magib
adalah shalat Isya yang pertama. (Syarh Shahih Bukhari karya Ibnu Rajab 4/361)
Ali –radhiyallahu ‘anhu- berkata;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda pada perang Ahzab;
"Pasukan musuh benar-benar telah menyibukkan kita dari shalat wustha
(ashar), semoga Allah memenuhi rumah dan kuburan mereka dengan api."
Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendirikan shalat Ashar
di antara dua Isya; yaitu maghrib dan isya. [Shahih Muslim no.996]
Koreksi terjemah:
1) قَالَ الْأَعْرَابُ وَتَقُولُ هِيَ الْعِشَاءُ
dalam riwayat lain: قَالَ: وَتَقُولُ الْأَعْرَابُ هِيَ الْعِشَاءُ
Beliau bersabda: Dan orang-orang
a'rabiy mengatakan ‘magrib itu isya’
Al-Kirmaniy -rahimahullah-
memastikan bahwa ini adalah ucapan 'Abdullah bin Mughaffal Al-Muzaniy -radhiyallahu
‘anhu-, namun tidak ada buktinya, sedangkan dzahir matan hadits ini
menunjukkan bahwa ucapan ini adalah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
[Fathul Bari kry Ibnu Hajat 2/340]
2) Saya tidak mendapatkan
komentar ulama yang menyebutkan bahwa orang Badui menyebut Maghrib dengan 'Isya
kerena mereka menunda pelaksanaan Maghrib hingga masuk waktu 'Isya. Wallahu
a’lam!
465. Hadits no.531, Awal
waktu Isyah adalah ketika mega merah di langit telah menghilang.
Dari Buraidah -radhiyallahu
‘anhu-; Dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa seorang
laki-laki bertanya kepada beliau tentang waktu shalat, maka beliau menjawab:
"Shalatlah bersama kami selama dua hari ini." Ketika matahari telah
condong (ke barat), beliau menyuruh Bilal untuk mengumandangkan adzan, kemudian
beliau memerintahkan Bilal untuk mengiqamati shalat zhuhur, setelah itu beliau
memerintahkan Bilal supaya mengumandangkan adzan untuk shalat ashar, yaitu
ketika matahari masih meninggi putih cemerlang, waktu selanjutnya beliau
memerintahkan sehingga Bilal mengiqamati shalat maghrib, yaitu ketika matahari
sudah menghilang, setelah itu beliau memerintahkan Bilal untuk mengiqamati
shalat isya`, yaitu ketika mega merah telah menghilang, waktu selanjutnya
beliau memerintahkan supaya Bilal mengiqamati shalat subuh (fajar), yaitu
ketika fajar terbit. Di hari kedua, beliau memerintahkan Bilal supaya
mengakhirkan shalat zhuhur hingga cuaca agak dingin, maka Bilal pun
mengakhirkan hingga cuaca agak dingin, dengan demikian beliau telah memberi
kenyamanan dengan menangguhkan zhuhur hingga cuaca agak dingin, dan beliau
shalat ashar ketika matahari masih tinggi, beliau mengakhirkannya lebih dari
waktu sebelumnya, setelah itu beliau melaksanakan shalat maghrib sebelum mega merah
menghilang, dan beliau mengerjakan shalat isya` setelah sepertiga malam
berlalu, beliau lalu shalat fajar (subuh) ketika fajar telah merekah, kemudian
beliau bertanya: "Dimanakah orang yang bertanya tentang waktu shalat
tadi?"
Laki-laki itu berkata; "Aku
wahai Rasulullah"
Beliau bersabda: "Waktu
shalat kalian adalah antara waktu yang telah kalian lihat sendiri."
[Shahih Muslim no.969]
Koreksi terjemah:
رَأْسَ مِائَةِ سَنَةٍ مِنْهَا= pada penghujung
seratus tahun dari malam ini.
Pertanyaan:
Saya pernah baca ini salah satu
dalil bahwa tidak ada itu Nabi Khidir yang hidup sampai akhir jaman. Juga
dajjal belum ada pada saat itu. Bagaimana pendapat ustadz?
Jawaban:
Iya, keumuman hadits ini
menunjukkan bahwa Nabi Khidir -‘alaihissalam- sudah wafat, ini adalah
pendapat: Imam Bukhari, Ibnu Al-Jauziy, Ibnu Taimiyah, Ibnu Katsir, Ibnu Hajar
Al’Asqalaniy, dll –rahimahumullah-.
Adapun Dajjal, telah dikhususkan
(dikeluarkan) dari keumuman hadits ini dengan beberapa hadits yang menunjukkan
bahwa Dajjal sudah ada di masa Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- dan
akan muncul di akhir zaman, di antaranya hadits Fathimah binti Qais -radhiyallahu
‘anha- dalam shahih Muslim no.5235.
466. Hadits no.532, Disunnahkan
menunda pelaksanaan shalat Isya sampai banyak orang yang hadir untuk
berjama’ah.
467. Hadits no.533, Keutamaan
shalat Isya:
Abu Musa -radhiyallahu ‘anhu-
berkata: "Aku dan sahabat-sahabatku yang pernah ikut dalam perahu singgah
pada tanah lapang yang memiliki aliran air, sedangkan Nabi shallallahu
'alaihi wasallam berada di Madinah. Di antara mereka ada beberapa orang
yang saling bergantian mengikuti Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
shalat 'Isya di setiap malamnya. Hingga pada suatu malam, aku dan para
sahabatku menjumpai Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang saat itu
sedang sibuk dengan urusannya, sehingga beliau mengakhirkan pelaksanaan shalatr
'Isya hingga pada pertengahan malam. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
keluar untuk menunaikan shalat bersama mereka. Selesai shalat beliau bersabda
kepada orang-orang yang hadir: "Tetaplah kalian di tempat kalian, dan
bergemberilah. Sesungguhnya termasuk dari nikmat Allah kepada kalian adalah
didapatinya seorang pun saat ini yang melaksanakan shalat (Isya) selain
kalian."
Atau Beliau bersabda: "Tidak
ada yang melaksanakan shalat pada waktu seperti ini kecuali kalian."
Berkata Abu Musa: "Maka kami
kembali dengan gembira dengan apa yang kami dengar dari Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam." [Shahih Bukhari no.534]
Abdurrahman bin Abu 'Amrah –rahimahullah-
berkata; Usman bin Affan -radhiyallahu ‘anhu- memasuki masjid setelah
shalat maghrib, ia lalu duduk seorang diri, maka aku pun duduk menyertainya.
Katanya; "Wahai keponakanku, aku mendengar Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa shalat isya` berjama'ah,
seolah-olah ia shalat malam selama separuh malam, dan barangsiapa shalat shubuh
berjamaah, seolah-olah ia telah shalat seluruh malamnya." [Shahih Muslim
no.1049]
468. Hadits no.535, Makruh
hukumnya tidur sebelum melaksanakan shalat Isya.
Adapun berbincang-bincang setelah
shalat Isya, maka dibolehkan jika ada manfaatnya.
Ibnu 'Abbas radhiallahu
'anhuma berkata; Suatu ketika aku bermalam di rumah bibiku Maimunah, dan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berbincang-bincang bersama
istrinya sesaat (setelah shalat Isya) kemudian beliau tidur. [Shahih Bukhari
no.4203]
Umar bin Al-Khaththab radhiallahu
'anhu berkata; "Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam-
pernah berbincang-bincang (begadang setelah shalat Isya) dengan Abu Bakar dalam
permasalahan kaum muslimin, sedang aku bersama keduanya." [Sunan Tirmidziy
no.154: Shahih]
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu
'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak
ada bergadang setelah waktu shalat yakni Isya` yang akhir kecuali salah satu dari
dua orang; orang yang shalat dan musafir." [Musnad Ahmad no.3421: Hasan]
Lihat
hadits sebelumnya (Shahih Bukhari no.534) Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam menyampaikan hadits setelah menunaikan shalat Isya. Wallahu
a'lam!
469. Hadits no.536, Boleh
tidur sebelum melaksanakan shalat Isya jika yakin akan bangun shalat berjama’ah
sebelum keluar waktunya.
Dari 'Abdullah bin 'Umar -radhiallahu
' anhuma-, bahwa Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- pernah
suatu malam disibukkan dengan urusan sehingga mengakhirkan shalat 'Isya. Dan
karenanya kami tertidur di dalam masjid. Lalu kami terbangun, lalu tertidur,
lalu terbangun lagi hingga akhirnya Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam-
keluar menemui kami seraya bersabda: "Tidak ada seorangpun dari penduduk
bumi yang menunggu shalat seperti ini selain kalian."
Dan Ibnu 'Umar tidak
mempermasalahkan apakah ia memajukan atau mengakhirkan pelaksanaan shalat isya
jika ia tidak khawatir akan tertidur sampai waktu shlat isya habis. Dan Ibnu
Umar terkadang tidur dahulu sebelum shalat Isya.
Ibnu Juraij –rahimahullah-
berkata, "Aku bertanya kepada 'Atha' –rahimahullah-, lalu dia
berkata, "Aku mendengar Ibnu 'Abbas –radhiyallahu ‘anhuma- berkata,
"Pernah suatu malam Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam-
mengakhirkan shalat 'Isya hingga banyak orang tertidur, kemudian mereka
terbangun, lalu tertidur lagi, kemudian terbangun lagi." 'Umar bin Al-Khaththab
–radhiyallahu ‘anhu- lalu berdiri dan berkata, "Shalat."
'Atha' berkata, Ibnu 'Abbas
berkata, "Maka Nabi -shallallahu 'alaihi wasallam- kemudian keluar,
seakan-akan aku melihat beliau saat ini, kepala beliau basah meneteskan air,
dan beliau meletakkan tangannya di kepala. Beliau kemudiaan bersabda:
"Seandainya tidak memberatkan ummatku, niscaya aku akan perintahkan mereka
melaksanakan shalat 'Isya seperti waktu sekarang ini."
Aku (Ibnu Juraij) kemudian
menanyakan kepada 'Atha untuk memastikan bagaimana Nabi -shallallahu 'alaihi
wasallam- meletakkan tangan di kepalanya seabagaimana yang diberitakan oleh
Ibnu 'Abbas.
Maka 'Atha merenggangkan sedikit
jari-jarinya kemudian meletakkan ujung jarinya di atas sisi kepala, kemudian ia
menekannya sambil menggerakkan ke sekeliling kepala hingga ibu jarinya
menyentuh ujung telinga yang dimulai dari pelipis hingga pangkal jenggot. Dia
melakukannya tidak pelan juga tidak cepat, kecuali sedang seperti itu. Lalu
Beliau bersabda: "Seandainya tidak memberatkan ummatku, niscaya aku akan
perintahkan mereka melaksanakan shalat seperti waktu sekarang ini."
[Shahih Bukhari no.537]
Koreksi terjemah:
وَلَا يُصَلَّى يَوْمَئِذٍ إِلَّا بِالْمَدِينَةِ = Dan
shalat isya tidak didirikan pada saat itu kecuali di Madinah.
470. Hadits no.538, Yang
paling kuat adalah pendapat yang mengatakan bahwa waktu shalat Isya hanya
sampai seperdua malam.
Dengan demikian, jika seorang
wanita suci dari haid atau nifas setelah pertengahan malam, maka ia tidak wajib
shalat isya. Wallahu a’lam!
Lihat: Waktu shalat isya
Pertanyaan
1:
Pertanyaan ana yang masih
mengganjal tentang pendapat ini. Dari pendapat kedua ini apakah masih ada
kemungkinan Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- melaksanakan
shalat isya lebih dari separuh malam ustadz? Misalnya yang dipahami pada hadits
ini Hadits Anas bin Malik radiyallahu 'anhu, ia berkata:
أَخَّرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ صَلاَةَ العِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ، ثُمَّ صَلَّى
"Rasulullah
–shallallahu ‘alaihi wasallam- mengakhirkan salat isya sampai
pertengahan malam kemudian ia shalat"
Tambahan “tsummas shollaa”
itu maksudnya sholat apa ustadz?
Jawaban:
Yang dimaksud adalah shalat Isya,
lihat “Irsyaad As-Saariy” karya Al-Qathalaniy 1/505.
Pertanyaan
2:
Maksudnya sampai pertengahan
malam itu, selesai sholatnya pas di pertengahan malam ataukah baru mulai
pertengahan malam ustadz?
Jawaban:
Mendekati pertengahan malam,
seperti dalam riwayat Imam Muslim no.1012: “mengakhirkan shalat isya` hingga
separuh malam atau nyaris separuh malam berlalu”.
Pertnyaan
3:
Cara menghitung tengah malam,
maghrib tambah subuh bagi dua, bener gak mas?
Jawaban:
Iya, malam antara magrib dan
subuh, jika magrib jam 6 dan subuh jam 4 maka malam hanya 10 jam, jadi seperdua
malam itu hanya sampai jam 11 malam. Wallahu a'lam!
Pertanyaan
4:
Maaf ustadz, selama ini saya
berpegang pada awal malam adalah hilangnya cahaya kekuningan (waktu masuk isya)
sebagai awal malam, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
" صلاة المغرب وتر صلاة
النهار ".
“Shalat Maghrib itu
witirnya siang hari”. (HR.Ahmad).
Bagaimana pegangan saya tersebut,
apa kuat atau lemah. Terima kasih!
Jawaban:
Jawabannya baca di sini: Kapan malam dimulai, apakah ketika matahari terbenam atau ketika cahaya matahari di langit hilang?
471. Hadits no.539, Keutamaan
shalat subuh:
Jundab Al-Qasri –radhiyallahu
‘anhu- berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa shalat subuh, maka ia berada dalam jaminan Allah, oleh karena
itu jangan sampai Allah karena jaminan-Nya menuntut kalian dengan suatu hal (dengan
mendzalimi orang yang shalat subuh), karena siapa yang Allah menuntutnya
sesuatu karena jaminan-Nya, Allah pasti akan menemukannya dan menelungkupkannya
di atas wajahnya di neraka jahannam." [Shahih Muslim no.1051]
Lihat
hadits no.521-522.
Lihat: Keutamaan shalat subuh
Koreksi terjemah:
ثُمَّ قَرَأَ = kemudian Jarir
membaca ayat ...
Al-Hafidz Ibnu Hajar –rahimahullah-
mengatakan bahwa kalimat (ثُمَّ
قَرَأَ) adalah mudraj, bukan Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam yang membaca ayat tersebut tapi Jarir -radhiyallahu ‘anhu-
sebagaimana dijelaskan pada riwayat Imam Muslim dalam shahih-nya no.1002.
[Fathul Bari 2/324]
Pembahasan dan contoh hadits
mudraj, lihat hadits no.133, 517, dan 521.
472. Hadits no.540, Maksud
kataالبردين (dua
waktu dingin) adalah waktu subuh dan ashar.
Dari Abu Musa -radhiyallahu
‘anhu-, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa melakukan shalat bardain maka ia masuk Surga."
Abu Muhammad (Ad-Darimiy) –rahimahullah-
ditanya, "Apakah shalat bardain itu?
Ia menjawab, "Subuh dan
asar." [Sunan Ad-Darimiy no.1389: Sanadnya Shahih]
473. Hadits no.541, Awal
waktu shalat subuh adalah ketika fajar terbit.
Dari Abu Musa -radhiyallahu
‘anhu-, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa
seseorang datang menemui beliau dan bertanya tentang waktu-waktu shalat, namun
beliau tidak menjawabnya sama sekali. Kemudian beliau mendirikan shalat
fajar (subuh) ketika fajar (shadiq) baru merekah (terbit) dan antara sahabat
satu dengan yang lain belum bisa mengenal (masih gelap), kemudian beliau
memerintahkan Bilal (untuk adzan dzuhur), maka beliau mendirikan shalat zhuhur
ketika matahari condong (tergelincir ke barat), saat seseorang berkata;
"Siang telah berlalu separohnya.!" Padahal beliau adalah orang yang
paling tahu diantara mereka, kemudian beliau memerintahkan Bilal (untuk adzan
ashar), lalu beliau mendirikan shalat ashr ketika matahari masih tinggi,
kemudian beliau memerintahkan Bilal (untuk adzan magrib) kemudian beliau
mendirikan shalat maghrib ketika matahari tenggelam, setelah itu beliau
memerintahkan Bilal (untuk adzan isya) kemudian beliau mendirikan shalat isya`,
yaitu ketika mega merah telah hilang, keesokan harinya beliau mengakhirkan
shalat fajar, sampai beliau selesai dan seseorang berkata; 'Matahari telah
terbit atau nyaris terbit.!" Setelah itu beliau mengakhirkan shalat zhuhur
hingga mendekati waktu 'ashar seperti waktu kemaren, kemudian beliau
mengakhirkan shalat ashar, setelah selesai shalat seseorang berkata; "Matahari
telah memerah.!" Kemudian beliau mengakhirkan shalat maghrib hingga syafaq
(mega merah) menghilang, setelah itu beliau mengakhirkan shalat isya` hingga
sepertiga malam pertama berlalu, di pagi hari beliau memanggil si penanya, lalu
beliau bersabda: 'Waktu-waktu shalat ada diantara dua waktu ini." [Shahih
Muslim no.971]
474. Hadits no.542, Fajar
ada dua: Fajar kaadzib dan fajar shaadiq.
Fajar kaadzib (bohongan)
adalah cahaya yang membentang lurus di ufuk seperti ekor serigala, kemudian
setelah itu menghilang.
Fajar shaadiq adalah
cahaya yang melintang/melebar di ufuk timur, makin lama makin terang.
Dari Jabir bin Abdillah -radhiyallahu
‘anhuma-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
" الفجر فجران، فجر يقال له: ذنب السرحان، وهو
الكاذب يذهب طولا ولا يذهب عرضا،
والفجر الآخر يذهب عرضا ولا يذهب طولا ".
“Fajar ada dua: Fajar yang dinamai
ekor serigala, ia adalah fajar kaadzib (bohongan), ia muncul secara
memanjang ke atas langit dan tidak melebar. Sedangkan fajar yang lain (shaadiq)
muncul secara melebar tidak memanjang ke atas”. [Silsilah Ash-Shahihah no.2002]
Dari Ibnu Abbas -radhiyallahu
‘anhuma-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"الْفَجْرُ فَجْرَانِ: فَجْرٌ يَحْرُمُ فِيهِ الطَّعَامُ، وَيَحِلُّ
فِيهِ الصَّلَاةُ، وَفَجَرٌ يَحْرُمُ فِيهِ الصَّلَاةُ، وَيَحِلُّ فِيهِ
الطَّعَامُ".
“Fajar ada dua: Fajar (shaadiq)
diharamkan saat itu makan (bagi yang ingin puasa) dan dibolehkan mendirikan
shalat subuh, dan fajar (kaadzib) diharamkan saat itu shalat subuh, dan
dihalalkan makan sahur”. [Shahih Ibnu Khuzaimah no.356]
475. Hadits no.543, Disunnahkan
mempercepat pelaksanaan shalat subuh, sebagaimana disebutkan dalam hadits
sebelumnya no.527: “Sementara untuk shalat Subuh, mereka (para sahabat) atau
Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- melaksanakannya saat masih gelap (غلس)".
Sebagian ulama berpendapat bahwa
dianjurkan mengakhirkan shalat subuh sampai langit sedikit terang dengan dalil
hadits: “"Shalatlah subuh ketika agak terang (isfaar), karena itu
lebih banyak pahalanya." [Sunan Tirmidziy no.142: Shahih]
Akan tetapi makna yang benar dari
hadits ini adalah anjuran untuk meyakinkan masuknya waktu fajar sebelum
melakukan shalat subuh.
Imam Tirmidziy -rahimahullah-
setelah meriwayatkan hadits tersebut, beliau mengatakan:
وقَالَ الشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ
وَإِسْحَقُ مَعْنَى الْإِسْفَارِ أَنْ يَضِحَ الْفَجْرُ فَلَا يُشَكَّ فِيهِ
وَلَمْ يَرَوْا أَنَّ مَعْنَى الْإِسْفَارِ تَأْخِيرُ الصَّلَاةِ
“Imam Asy-Syafi’iy,
Ahmad, dan Ishaq (bin Rahawaih) mengatakan bhw makna “Al-Isfaar”
(terangnya langit) adalah adanya cahaya fajar nampak sangat jelas hingga tidak
ada keraguan padanya, dan mereka (para imam tersebut) tidak berpendapat bahwa
makna “al-isfaar” adalah mengakhirkan shalat subuh.”
Pendapat lain bahwa maksud hadits
ini adalah anjuran memanjangkan bacaan shalat subuh hingga ketika selesai
shalat langit sudah agak terang, sebagaimana disebutkan dalam hadits sebelumnya
no.508 dan 514: “Dan beliau selesai melaksanakan shalat Shubuh ketika seseorang
dapat mengetahui siapa yang ada di sebelahnya, beliau membaca enam hingga
seratus ayat." Wallahu a’lam!
476. Hadits no.544, Perempuan
boleh shalat berjama'ah di mesjid.
477. Hadits no.545, Akhir
waktu shalat subuh ketika matahari terbit.
Lihat
hadits no.523.
* Ancaman bagi orang yang
melalaikan shalat subuh:
Dari Abu Hurairah radhiallahu
'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Setan
mengikat tengkuk kepala seseorang dari kalian saat dia tidur dengan tiga tali
ikatan dan syaitan mengikatkannya sedemikian rupa sehingga setiap ikatan
diletakkan pada tempatnya lalu (dikatakan) kamu akan melewati malam yang sangat
panjang maka tidurlah dengan nyenyak. Jika dia bangun dan mengingat Allah maka
lepaslah satu tali ikatan. Jika kemudian dia berwudhu' maka lepaslah tali yang
lainnya dan bila ia mendirikan shalat lepaslah seluruh tali ikatan dan pada
pagi harinya ia akan merasakan semangat dan kesegaran yang menenteramkan jiwa.
Namun bila dia tidak melakukan seperti itu, maka pagi harinya jiwanya merasa
tidak segar dan menjadi malas beraktifitas". [Shahih Bukhari no.1074]
'Abdullah bin Mas’ud radhiallahu
'anhu berkata: Diceritakan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
tentang seseorang yang dia terus tertidur sampai pagi hari hingga tidak
mengerjakan shalat. Maka Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Syaitan telah mengencingi orang itu pada telinganya". [Shahih
Bukhari no.1076]
Abu Hurairah radhiallahu
'anhu berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Tidak ada shalat yang lebih berat bagi orang-orang Munafik dari shalat
shubuh dan 'Isya. Seandainya mereka mengetahui (kebaikan) yang ada pada
keduanya tentulah mereka akan mendatanginya walau harus dengan merangkak.
[Shahih Bukhari no.617]
478. Hadits no.546, Hadits
ini dijadikan dalil oleh sebagian ulama bahwa seseorang dianggap mendapatkan
shalat jama’ah jika ia mendapatkan satu raka’at.
Dalam riwayat lain:
"Barangsiapa mendapatkan satu raka’at shalat bersama imam, maka ia telah
mendapatkan (pahala) shalat seluruhnya (secara berjama’ah) ." [Shahih
Muslim no.955]
Sedangkan ulama lain berpendapat
bahwa dengan mendapati imam pada tasyahhud akhir berarti ia telah mendapatkan
shalat jama’ah, dengan dalil hadits Abu Qatadah radhiallahu 'anhu;
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika kalian
mendatangi shalat (berjama’ah) maka datanglah dengan tenang, apa yang kalian
dapatkan dari shalat maka ikutilah, dan apa yang kalian tertinggal maka
sempurnakanlah." [Shahih Bukhari no.599]
Abu Hurairah radhiallahu
'anhu berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa yang berwudlu, lalu memperbagus wudlunya, kemudian pergi ke
masjid, sementara dia mendapati jama'ah telah selesai mengerjakan shalat, maka
Allah ‘azza wa jalla akan memberinya pahala, seperti pahala orang yang
telah mengerjakan (shalat jama'ah) dan menghadirinya, tidak kurang sedikit pun
dari pahala mereka." [Sunan Abi Daud no.477: Shahih]
Adapun hadits yang dijadikan
hujjah oleh pendapat pertama, maka yang dimaksud adalah ukuran untuk
mendapatkan shalat pada waktunya sebelum habis, sebagaimana dijelaskan pada
riwayat sebelumnya no.545.
Sedangkan tambahan lafadz “bersama
imam” tidak ditemukan kecuali dalam riwayat imam Muslim, dari Ibnu Wahab,
dari Yunus, dari Ibnu Syihab. Semua yang meriwayatkan hadits ini dari Ibnu
Syihab tidak menyebutkan tambahan tersebut, bahkan Ibnu Al-Mubarak
meriwayatkannya dari Yunus juga tanpa tambahan. Maka dikhawatirkan tambahan tersebut
derajatnya syadz (menyelisihi riwayat yang lebih kuat). [Lihat Al-Irwaa’
kry syekh Albaniy 3/90 no.623]
Lihat: ما تـدرك بـه صلاة الجماعة
Pertanyaan
1:
Untuk ukuran mendapat satu rokaat
ada pendapat yang menyatakan bahwa saat makmum mendapati imam saat rukuk meski
makmum tersebut tidak mendapati bacaan al-fathihah. Apakah pendapat ini benar
ustadz, terima kasih sebelumnya!
Jawaban:
Iya, itu adalah pendapat jumhur
ulama, dengan dalil:
Dari Abu Bakrah radhiallahu
'anhu, bahwa dia pernah mendapati Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
sedang rukuk, maka dia pun ikut rukuk sebelum sampai ke dalam barisan shaf.
Kemudian dia menceritakan kejadian tersebut kepada Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu bersabda:
"Semoga Allah menambah semangat kepadamu, namun jangan diulang
kembali." [Shahih Bukhari no.741]
Lihat: بم تدرك الركعة
Pertanyaan
2:
Pendapat Imam Bukhari katanya
tetap tidak terhitung 1 rakaat ya ustadz?
Jawaban:
Iya, itu pendapat Imam Bukhari rahimahullah
dalam kitabnya "Al-Qiraa'ah khalfal Imam".
Al-Hafidz Ibnu Rajab Al-Hambaliy rahimahullah
membantah pendapat ini dalam kitabnya "Fathul Bari syarh Shahih
Al-Bukhari" 7/109-116.
479. Hadits no.547, Makruh
hukumnya shalat sunnah setelah fardhu subuh sampai matahari terbit agak tinggi
(syuruuq).
480. Hadits no.548, Boleh
mengqadha’ shalat sunnah subuh setelah menunaikan shalat subuh.
Qais bin ‘Amru radhiallahu
'anhu berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melihat
seorang laki-laki shalat dua raka'at setelah subuh, maka Nabi shallallahu
'alaihi wasallam pun bertanya kepadanya: "Apakah ada shalat subuh
dikerjakan dua kali! "
Laki-laki itu menjawab, "Aku
belum mengerjakan dua raka'at sebelum subuh, maka aku mengerjakannya!"
Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam pun diam. " [Sunan Ibnu Majah no.1144: Shahih]
Tapi sebaikanya di-qadha
setelah matahari terbit.
Abu Hurairah radhiallahu
'anhu berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Barangsiapa belum melaksanakan sunnah dua rakaat fajar,
hendaklah ia melaksanakannya setelah terbit matahari." [Sunan Tirmidzi
no.388: Shahih]
481. Hadits no.549, Disunnahkan
tinggal di mesjid berdzikir setelah shalat subuh berjama’ah sampai matahari
terbit (syuruuq) kemudian shalat dua raka’at.
Anas bin Malik radhiallahu
'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa yang shalat subuh berjama'ah kemudian duduk berdzikir sampai
matahari terbit yang dilanjutkan dengan shalat dua raka'at, maka dia
mendapatkan pahala seperti pahala haji dan umrah yg sempurna, sempurna,
sempurna." [Sunan Tirmidziy no.535: Hasan]
Koreksi terjemah:
Pengertian dua jenis jual beli yang
dilarang sudah dijelaskan pada hadits no.355.
Dan pengertian dua cara
berpakaian yang dilarang sudah dijelaskan pada haditsno.354.
482. Hadits no.550, Sebab
kedua shalat ini dilarang karena matahari terbit dan terbenam di antara dua
tanduk setan dan kaum musyrik sujud untuknya pada saat itu.
Dari Amru bin Abasah As-Sulamiy
radhiallahu 'anhu; Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- bersabda: ... Dirikanlah shalat subuh,
kemudian jangan shalat sampai matahari terbit dan meninggi, karena matahari
terbit di antara dua tanduk syetan, dan pada waktu itu orang-orang kafir sujud
untuknya (menyembah matahari). Kemudian (setelah matahari sudah meninggi) shalatlah,
karena shalat pada waktu itu disaksikan dan dihadiri (oleh para malaikat)
hingga bayang-bayang berkurang sepanjang tombak. Setetelah itu janganlah kamu
shalat, karena pada waktu itu api neraka sedang dinyalahkan. Dan apabila
bayangan sudah kembali muncul maka shalatlah kamu, karena shalat pada waktu itu
disaksikan dan dihadiri (oleh para malaikat) sampai engkau shalat ashar.
Kemudian janganlah kamu shalat hingga matahati benar-benar terbenam, karena
matahari terbenam di antara dua tanduk syetan dan pada waktu itulah orang-orang
kafir sujud untuknya. ... " [Shahih Muslim no.1374]
483. Hadits no.551, Boleh
shalat sunnah setelah shalat ashar, yang dilarang ketika matahari sudah
menguning sampai masuk waktu magrib.
Ali radhiallahu 'anhu
berkata; "Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam melarang shalat
setelah Ashar kecuali matahari masih putih jernih dan tinggi." [Sunan
An-Nasaiyno.569: Shahih]
484. Hadits no.552, Setiap
sahabat Nabi menyampaikan sesuai apa yang mereka saksikan dari amalan Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam-.
Dari Abu Musa radhiallahu
'anhu, bahwa ia melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam shalat dua
rakaat setelah shalat Ashar. [Musnad Ahmad no.18899: Shahih ligairih]
485. Hadits no.553, Boleh
shalat pada waktu yang dimakruhkan jika ada sebab yang menganjurkan untuk
shalat, seperti:
1) Mengqadha’ shalat wajib atau
sunah, lihat hadits no.562, dan pembahasan
sebelumnya di hadits no.548.
2) Sunnah wudhu, lihat hadits no.155 dan 159.
Dari Abu Hurairah radhiallahu
'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepada Bilal radhiallahu
'anhu ketika shalat Fajar (Shubuh): "Wahai Bilal, ceritakan kepadaku
amal yang paling utama yang sudah kamu amalkan dalam Islam, sebab aku mendengar
di hadapanku suara sandalmu dalam surga".
Bilal menjawab; "Tidak ada
amal yang utama yang aku sudah amalkan kecuali bahwa jika aku bersuci
(berwudhu') pada suatu kesempatan malam ataupun siang melainkan aku selalu
shalat dengan wudhu' tersebut sebanyak yang Allah telah tentukan untukku".
[Shahih Bukhari no.1081]
3) Tahiyatul masjid, lihat hadits no.425.
4) Mendapati orang shalat
berjama’ah.
Al-Aswad Al-'Amiri radhiallahu
'anhu berkata; "Aku pernah berhaji bersama Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam, lalu aku shalat subuh bersamanya di masjid Al Khaif. Ketika
beliau selesai melakasanakan shalat subuh dan berpaling, tiba-tiba ada dua
orang laki-laki dari kaum lain yang tidak ikut shalat berjama'ah bersama
beliau. Maka beliau pun bersabda: "Bawalah dua orang itu kemari!"
Maka mereka pun dibawa ke hadapan
Nabi sedang urat mereka bergetar. Beliau bersabda: "Apa yang menghalangi
kalian untuk shalat bersama kami?"
Mereka menjawab, "Wahai
Rasulullah, kami telah shalat di tempat kami, "
Beliau bersabda: "Janganlah
kalian lakukan, jika kalian telah melaksanakannya di tempat kalian, lalu kalian
datang ke masjid yang melaksanakan shalat berjama'ah maka shalatlah bersama
mereka, karena hal itu akan menjadi pahala nafilah (sunnah) kalian
berdua." [Sunan Tirmidzi no.203: Shahih]
5) Shalat sunnah setelah tawaf.
Dari Jubair bin Muth'im radhiallahu
'anhu; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wahai bani
Abdu Manaf, janganlah kalian melarang seorang pun untuk melakukan thawaf di
Ka'bah, dan melakukan shalat pada saat kapanpun yang ia kehendaki, malam atau
siang." [Sunan Abi Daud no.1618: Shahih]
486. Hadits no.554, Selain
shalat ketika matahari terbit dan terbenam, shalat beberapa saat (5-10 menit)
sebelum matahari tergelincir juga dilarang.
Uqbah bin Amir Al-Juhaniy radhiallahu
'anhu berkata; "Ada tiga waktu, yang mana Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam telah melarang kita untuk shalat atau menguburkan jenazah
pada waktu-waktu tersebut. (Pertama), saat matahari terbit hingga ia agak
meninggi. (Kedua), saat matahari tepat berada di pertengahan langit (tengah
hari tepat) hingga ia telah condong ke barat, (Ketiga), saat matahari hampir
terbenam, hingga ia terbenam sama sekali." [Shahih Muslim no.1373]
Abu Hurairah radhiallahu
'anhu berkata, "Shafwan bin Al-Mu'aththal radhiallahu 'anhu bertanya
kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Wahai Rasulullah,
aku ingin bertanya kepadamu sesuatu yang engkau ketahui dan tidak aku ketahui,
"
Beliau bersabda: "Apa itu?"
Ia berkata, "Apakah pada
waktu siang dan malam ada waktu-waktu yang seseorang tidak boleh shalat di
dalamnya?"
Beliau bersabda: "Ya, jika
engkau telah selesai dari shalat subuh, maka tinggalkanlah shalat hingga
matahari terbit, sebab ia terbit antara dua tanduk setan. Setelah itu
shalatlah, sebab shalat pada waktu itu dihadiri dan diterima hingga matahari
berada di atas kepalamu (dan bayanganmu) sepanjang tombak. Jika matahari telah
berada di atas kepalamu (dan bayanganmu) sepanjang tombak maka tinggalkanlah
shalat, sebab pada waktu itu jahannam sedang menyala-nyala dan semua pintunya
terbuka hingga matahari bergeser dari alis matamu yang sebelah kanan (ke
barat). Jika matahari telah bergeser maka shalat pada waktu itu disaksikan dan
diterima hingga engkau mengerjakan shalat ashar. Setelah itu tinggalkanlah
shalat hingga matahari terbenam. " [Sunan Ibnu Majah no.1242: Shahih]
Kecuali pada hari Jum’at,
shalat pada waktu matahari di atas kepala tidak dilarang:
Salman Al-Farsiy radhiallahu
'anhu berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Tidaklah seorang laki-laki mandi pada hari Jum'at lalu bersuci semaksimal
mungkin, memakai wewangian miliknya atau minyak wangi keluarganya, lalu keluar
rumah menuju Masjid, ia tidak memisahkan dua orang pada tempat duduknya lalu
dia shalat sebanyak yang telah ditakdirkan baginya kemudin diam ketika imam
khutbah, kecuali dia akan diampuni dosa-dosanya yang ada antara Jum'atnya itu
dan Jum'at yang lainnya." [Shahih Bukhari no.834]
487. Hadits no.555, Rasulullah
-shallallahu ‘alaihi wasallam- suka kemudahan dan keringanan untuk umatnya,
lalu kenapa kita mempersulitnya dengan amalan yang tidak dianjurkan?!
'Aisyah radhiallahu
'anha berkata; "Tidaklah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
diberi pilihan dari dua perkara yang dihadapinya, melainkan beliau mengambil
yang paling ringan selama bukan perkara dosa. Seandainya perkara dosa, beliau
adalah orang yang paling jauh darinya". [Shahih Bukhari no.3296]
488. Hadits no.556, Asal
mula dua raka’at yang dilakukan Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- setelah
shalat ashar.
Ibnu 'Abbas dan Al-Mismar
bin Makhramah dan 'Abdurrahman bin Azhar -radhiallahu 'anhum-,
ketiganya mengutusnya (Kuraib) untuk menemui 'Aisyah radhiallahu 'anha
dengan mengatakan; "Sampaikan salam dari kami semua kepadanya, dan
tanyakan tentang dua raka'at setelah shalat 'Ashar dan tanyakan kepadanya bahwa
kami mendapat berita bahwa engkau mengerjakan shalat tersebut padahal telah
sampai berita kepada kami dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa
Beliau melarang mengerjakannya, bahkan aku bersama 'Umar bin Al Khaththab -radhiallahu
'anhu- pernah memukul orang yang mengerjakannya”.
Kuraib berkata; "Maka aku
menemui 'Aisyah radhiallahu 'anha lalu kusampaikan kepadanya semua
tujuan aku diutus. Maka (Aisyah radhiallahu 'anha) menjawab; "Tanyakan
saja kepada Ummu Salamah". Lalu aku menemui mereka yang mengutusku dan aku
sampaikan ucapan 'Aisyah radhiallahu 'anha. Lantas mereka
memerintahkanku menemui Ummu Salamah dengan memerintahkan hal yang sama seperti
ketika mereka mengutusku menemui 'Aisyah radhiallahu 'anha.
Maka Ummu Salamah radhiallahu
'anha berkata: "Aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
pernah melarang mengerjakannya namun di kemudian hari aku melihat Beliau
mengerjakannya seusai mengerjakan shalat 'Ashar. Setelah itu Beliau menemuiku
yang ketika itu bersamaku ada beberapa wanita dari suku Bani Haram dari
kalangan Kaum Anshar. Maka aku utus seorang sahaya wanita dan aku berkata
kepadanya; "Pergilah menemui Beliau (Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam) dan sampaikan kepadanya bahwa Ummu Salamah bertanya; Wahai
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, Aku mendengar anda pernah
melarang shalat dua raka'at setelah 'Ashar namun aku juga melihat anda
mengerjakannya. Jika Beliau memberi isyarat dengan tangannya maka
tunggulah". Maka sahaya tersebut melaksanakannya dan ternyata Beliau
memberi isyarat dengan tangannya. Maka sahaya ini menunggu dari Beliau. Setelah
selesai Beliau berkata: "Wahai binti Abu Umayyah, kamu bertanya tentang
dua raka'at setelah 'Ashar. Sungguh aku kedatangan rambongan orang dari suku
'Abdul Qais yang menyebabkan aku terhalang dari mengerjakan dua raka'at setelah
Zhuhur. Itulah yang aku kerjakan (setelah 'Ashar) ". [Shahih Bukhari
no.1157]
Koreksi terjemah:
1) ابْنَ أُخْتِي = Wahai anak saudari perempuanku!
Huruf “nidaa’” nya
dijatuhkan, dan yang dimaksud adalah Urwah bin Az-Zubair –rahimahullah-,
anak Asma’ binti Abu Bakr –radhiyallahu ‘anhuma- saudari Aisyah.
2) عِنْدِي قَطُّ = di rumahku sama sekali.
489. Hadits no.557, Rasulullah
–shallallahu ‘alaihi wasallam- selalu konsisten dengan ibadah yang
dilakukannya.
Abu Salamah –rahimahullah-
pernah bertanya kepada Aisyah –radhiyallahu ‘anha- mengenai dua
raka’at yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
sesudah shalat Ashar, maka ia menjawab; "Dulu beliau melakukannya sebelum
Ashar, kemudian beliau tersibukkan darinya atau lupa, sehingga beliau
melaksanakannya sesudah shalat Ashar, kemudian beliau selalu menunaikannya. Dan
biasanya, bila beliau melaksanakan suatu shalat, maka beliau menekuninya."
Yahya bin Ayyub berkata; Isma'il
berkata, "Yakni beliau selalu menunaikannya." [Shahih Muslim no.1378]
Dari Aisyah –radhiyallahu
‘anha-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya amalan yang dicintai oleh Allah adalah yang terus menerus
(konsisten) walaupun sedikit." [Shahih Bukhari no.5983]
490. Hadits no.558, Boleh
mengerjakan shalat yang tertinggal atau selainnya setelah shalat ashar dengan
syarat memisahkan kedua shalat tersebut dengan dzikir atau berpindah tempat.
Dari seorang sahabat Nabi -shallallahu
'alaihi wasallam- bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
shalat 'ashar, kemudian seseorang berdiri dan shalat, 'Umar –radhiyallahu
‘anhu-melihatnya lalu berkata padanya: “Duduklah, ahli kitab binasa karena
shalat mereka tidak dipisah (antara yang wajib dan yang sunnah)”.
Kemudian Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Bagus, Ibnu Al-Khaththab." [Musnad
Ahmad no.22041: Shahih]
Dalam hadits ini, orang tersebut
ditegur bukan karena melakukan shalat sunnah setelah fardhu Ashar, tapi karena
ia tidak memisahkan keduanya. Wallahu a'lam!
Buraidah -radhiyallahu
‘anhu- memerintahkan untuk menyegerakan shalat Ashar di waktu mendung karena
khawatir akan terlewatkan dari shalat Ashar.
Lihat
hadits no. 520, Maksud sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:
“amalannya terhapus”.
Abu Qatadah -radhiyallahu
‘anhu- berkata, "Kami pernah berjalan bersama Nabi shallallahu
'alaihi wasallam pada suatu malam. Sebagian kaum lalu berkata, "Wahai
Rasulullah, sekiranya Tuan mau istirahat sebentar bersama kami?"
Beliau menjawab: "Aku
khawatir kalian tertidur sehingga terlewatkan shalat."
Bilal berkata, "Aku akan
membangunkan kalian."
Maka merekapun berbaring,
sedangkan Bilal bersandar pada hewan tunggannganya, tapi rasa kantuknya
mengalahkannya dan akhirnya iapun tertidur. Ketika Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam terbangun ternyata matahari sudah terbit, maka beliau pun
bersabda: "Wahai Bilal, mana bukti yang kau ucapkan!"
Bilal menjawab: "Aku belum
pernah sekalipun merasakan kantuk seperti ini sebelumnya."
Beliau lalu bersabda:
"Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla memegang ruh-ruh kalian sesuai
kehendak-Nya dan mengembalikannya kepada kalian sekehendak-Nya pula. Wahai
Bilal, berdiri dan adzanlah (umumkan) kepada orang-orang untuk shalat!"
Kemudian beliau berwudlu, ketika
matahari meninggi dan tampak sinar putihnya, beliau pun berdiri melaksanakan
shalat." [Shahih Bukhari no.560]
Dari Abu Hurairah -radhiyallahu
‘anhu-, bahwa ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kembali
dari perang Khaibar, beliau terus berjalan di malam hari, ketika beliau
diserang kantuk, maka beliau singgah. Beliau bersabda kepada Bilal
"Hendaknya kamu yang mengawasi tidur kami malam ini!."
Bilal pun shalat sekemampuan yang
ditakdirkan, sementara Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidur.
Begitu juga dengan para sahabatnya. Ketika mendekati fajar, Bilal bersandar
kepada unta tunggangannya, rupanya kedua mata Bilal terasa berat hingga
ketiduran, dengan posisi bersandar kepada untanya. Di pagi harinya Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam belum juga bangun, demikian juga Bilal, dan tak satupun
dari sahabatnya yang bangun hingga mereka terbangun oleh sinar matahari yang
menyengat. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam akhirnya yang pertama-tama
bangun. Rasulullah Shallallahu 'alahi wasallam merasa kaget dan menyeru:
"Hei Bilal!"
Bilal Menjawab; "Wahai
Rasulullah, tadi nyawaku telah dipegang Dzat yang memegang nyawamu, demi ayah
dan ibuku sebagai tebusanmu!
Beliau lalu bersabda: "Mari
tuntunlah hewan tunggangan kalian."
Para sahabat pun menuntun hewan
tunggangannya, sesaat kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
berwudhu. Beliau lalu memerintahkan Bilal supaya mengumandangkan iqamat shalat.
Setelah itu Beliau mengimami shalat subuh bersama mereka. Selesai shalat,
beliau bersabda: "Siapa yang terlupa shalat, lakukanlah ketika ingat,
sebab Allah ta'ala berfirman {Dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku}."
(QS. Toha 14). [Shahih Muslim no.1097]
Koreksi terjemah:
بُطْحَانَ = Nama suatu lembah di Madinah.
Pertanyaan
1:
Jika jamah sholat maghrib-isya
(dijamak karena hujan), apakah nanti setelah masuk isya tetap dikumandangkan adzan.??
Barakallahu fiik!
Jawaban:
Tetap mengumandangkan adzan Isya
untuk memberi tanda masuknya waktu bagi yang tidak shalat Isya bersama Imam di
waktu magrib. Wallahu a'lam!
Pertanyaan
2:
Apakah di masjid tersebut juga
diselenggarakan shalat isya berjamaah?
Jawaban:
Boleh bagi yang belum shalat isya
jamak taqdim, dan sebaiknya minta izin imam masjid atau yang mewakili, dan imam
yang telah shalat isya jamak taqdim boleh menjadi imam lagi. Wallahu a'lam!
493. Hadits no.562, Orang yang
lupa atau ketiduran dan tidak melakukan shalat fardhu pada waktunya maka ia
menunaikannya langsung setelah ingat atau bangun.
Dari Anas bin Malik -radhiyallahu
‘anhu-; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa lupa shalat atau ketiduran karenanya, maka kaffaratnya adalah
menunaikannya disaat ingat (terbangun)." [Shahih Muslim no.1103]
Koreksi terjemah:
وَأَقِمْ الصَّلَاةَ للذِّكْرَى = Dan tegakkanlah
shalat ketika mengingatnya.
Pertanyaan:
Kenapa li -nya dterjemahkan jd
ketika tadz?
Jawaban:
Huruf laam terkadang bermakna waktu.
494. Hadits 563, Jika
mengqadha beberapa shalat fardhu maka disunnahkan untuk menunaikannya secara
berurutan.
Kecuali jika mendapati Imam
Mesjid sedang berjamah, maka yang didahulukan adalah shalat bersama imam
kemudian mengqadha shalat yang tertinggal.
Koreksi terjemah:
بُطْحَانَ = Nama suatu lembah di Madinah.
495. Hadits no.564, Hikmah
larangan ngobrol (begadang) setelah shalat isya:
1. Karena Allah menciptakan malam
sebagai waktu istirahat dan siang untuk mencari nafkah, maka jika seseorg
ngobrol setelah shalat isya berarti ia telah menyalahi hikmah penciptaan malam.
{Dialah yang menjadikan malam
bagi kamu supaya kamu beristirahat padanya dan (menjadikan) siang terang
benderang (supaya kamu mencari karunia Allah). Sesungguhnya pada yang demikian
itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang mendengar}.
[Yunus: 67]
2. Untuk mengistirahatkan
malaikat pencatat amal. Oleh sebab itu sebagian salaf berkata kepada orang yang
hendak berbincang-bincang setelah shalat isya: “Istirahatkanlah malaikat
pencatat amal!”
Lihat: Al-’Uddah fii syarhil
‘umdah kry Ibnu Al-’Aththar (w.724H) 1/300-301.
3. Dikhawatirkan obrolan tersebut
mengandung maksiat sehingga catatan amal ditutup dengan keburukan sebelum
tidur, yang mana tidur adalah saudara kematian atau kematian kecil, atau
dikhawatirkan akan mati sungguhan saat tidur dan tidak bangun lagi.
4. Dikhawatirkan obrolannya
kelamaan dan menyebabkan tertidur dari shalat subuh atau shalat tahajjud.
Pembahasan tentang hukum
mengobrol setelah shalat isya bisa dilihat pada postingan hadits no.535.
Koreksi terjemah:
1) تَدْعُونَهَا الْأُولَى = kalian sebut sebagai yang pertama.
Shalat dzuhur disebut “al-ulaa”
karena ia adalah shalat yang pertama diajarkan Jibril kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, atau karena ia adalah shalat yang pertama dilakukan di
waktu siang.
2) وَنَسِيتُ مَا قَالَ فِي الْمَغْرِبِ
Abu Al-Minhal berkata: Dan aku
lupa apa yg dikatakan Abu Barzah tentang waktu magrib.
3) يَنْفَتِلُ مِنْ صَلَاةِ = beliau selesai melaksanakan shalat.
4) وَيَقْرَأُ بِالسِّتِّينَ إِلَى الْمِائَةِ = Dan beliau membaca enam
puluh hingga seratus ayat.
497. Hadits no.566, Boleh
berbincang-bincang sebentar dengan keluarga atau tamu setelah shalat isya.
Dari 'Abdurrahman bin Abu
Bakar -radhiyallahu'anhuma-, bahwa para Ashhabush Shuffah adalah
orang-orang yang berasal dari kalangan fakir miskin. Dan suatu hari Nabi -shallallahu
'alaihi wa sallam- bersabda: "Barangsiapa memiliki makanan cukup untuk
dua orang, maka ajaklah orang yang ketiga. Jika memiliki makanan untuk empat
orang hendaklah mengajak orang yang kelima atau keenam."
Maka Abu Bakar -radhiallahu '
anhu- datang dengan membawa makanan yang cukup untuk tiga orang. Nabi -shallallahu
'alaihi wasallam- lalu pergi dengan membawa makanan yang cukup untuk
sepuluh orang."
'Abdurrahman bin Abu Bakar
berkata, "Mereka itu adalah aku, bapakku, ibuku, -perawi berkata; aku
tidak tahu apakah ia juga mengatakan- isteriku dan pelayan yang biasa membantu
kami dan keluarga Abu Bakar. Saat itu Abu Bakar makan malam di sisi Nabi -shallallahu
'alaihi wasallam- hingga waktu isya, dan ia tetap di sana hingga shalat
dilaksanakan. Ketika Abu Bakar pulang di waktu yang sudah malam isterinya
(ibuku) berkata, "Apa yang menghalangimu untuk menjamu tamu-tamumu?"
Abu Bakar balik bertanya,
"Kenapa tidak engkau jamu mereka?"
Isterinya menjawab, "Mereka
enggan untuk makan hingga engkau kembali, padahal mereka sudah ditawari."
'Abdurrahman berkata,
"Kemudian aku pergi dan bersembunyi."
Abu Bakar lantas berkata,
"Wahai Ghuntsar (kalimat celaan)!"
Abu Bakar terus saja marah dan
mencela (aku). Kemudian ia berkata (kepada tamu-tamunya), "Makanlah kalian
semua."
Kemudian tamunya mengatakan,
"Selamanya kami tidak akan makan (sampai engkau datang). Demi Allah,
tidaklah kami ambil satu suap kecuali makanan tersebut justru bertambah semakin
banyak dari yang semula."
'Abdurrahman berkata,
"Mereka kenyang semua, dan makanan tersebut menjadi tiga kali lebih banyak
dari yang semula. Abu Bakar memandangi makanan tersebut tetap utuh bahkan lebih
banyak lagi. Kemudian ia berkata kepada isterinya, "Wahai saudara
perempuan Bani Firas, bagaimana ini?"
Isterinya menjawab, "Tak
masalah, bahkan itu suatu kebahagiaan, ia bertambah tiga kali lipatnya."
Abu Bakar kemudian memakannya
seraya berkata, "Itu pasti dari setan -yakni sumpah yang ia
ucapkan-."
Kemudian ia memakan satu suap
lantas membawanya ke hadapan Nabi -shallallahu 'alaihi wasallam-. Waktu itu
antara kami mempunyai perjanjian dengan suatu kaum dan masanya pun telah habis.
Kemudian kami membagi orang-orang menjadi dua belas orang, dan setiap dari
mereka diikuti oleh beberapa orang -dan Allah yang lebih tahu berapa jumlah
mereka-. Kemudian mereka menyantap makanan tersebut hingga kenyang."
[Shahih Bukhari no.567]
Kitab
tentang Adzan
498. Hadits no.568, Panggilan adzan shalat mulai disyari’atkan pada tahun pertama atau dua hijriyah, ketika jumlah umat Islam mulai tambah banyak.
499. Hadits no.569, Dalam
riwayat lain disebutkan bahwa yang pertama menyampaikan cara adzan kepada Nabi -shallallahu
‘alaihi wasallam- adalah Abdullah bin Zayd bin Abdi Rabbih -radhiyallahu ‘anhu-.
Abdullah bin Zaid berkata;
Sewaktu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam hendak memerintahkan
supaya memakai lonceng yang dipukul untuk mengumpulkan orang-orang yang
mengerjakan shalat, ada seorang laki-laki berkeliling bertemu denganku, sedang
saya dalam keadaan tidur (dalam mimpi). Ia membawa lonceng di tangannya, maka
saya berkata; “Wahai hamba Allah, apakah kamu mau menjual lonceng ini?”
Dia bertanya; “Apa yang akan kamu
lakukan dengannya?”
Saya menjawab; “Saya akan pakai
untuk memanggil orang-orang mengerjakan shalat”.
Kata orang itu; Maukah saya
tunjukan kepadamu yang lebih baik dari itu?
Saya katakan kepadanya; Tentu.
Orang itu berkata; Engkau
ucapkan; "Allaahu Akbar Allaahu Akbar, Allaahu Akbar Allaahu Akbar
(Allah Maha Besar Allah Maha Besar, Allah Maha Besar Allah Maha Besar), Asyhadu
an laa ilaaha Illallah, Asyhadu an laa ilaaha Illallah (Aku bersaksi bahwa
tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, aku bersaksi bahwa tidak ada
Tuhan yang berhak disembah selain Allah), Ayshadu anna Muhammadar
Rasuulullah, Ayshadu anna Muhammadar Rasuulullah (Aku bersaksi bahwasannya
Muhammad adalah utusan Allah, Aku bersaksi bahwasannya Muhammad adalah utusan
Allah), Hayya 'alash shalaah, Hayya 'alash shalaah (Marlilah kita
shalat, Marlilah kita shalat). Hayya 'alal falaah, Hayya 'alal falaah
(Marilah meraih kemenangan, marilah meraih kemenangan). Allaahu Akbar,
Allaahu Akbar (Allah Maha Besar, Allah Maha Besar). Laailaaha illallah
(Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah).
Abdullah berkata; Kemudian orang
itu mundur tidak jauh dariku, lalu berkata; Apabila kamu membaca iqamah shalat,
ucapkanlah; Allahu Akbar Allahu Akbar, (Allah Maha Besar Allah Maha
Besar). Asyhadu an laa ilaaha Illallah (Aku bersaksi bahwa tidak ada
Tuhan yang berhak disembah selain Allah). Ayshadu anna Muhammadar
Rasuulullah (Aku bersaksi bahwasannya Muhammad adalah utusan Allah), Hayya
'alash shalaah (Marlilah kita shalat). Hayya 'alal falaah (Marilah
meraiah kemenangan). Qad qaamatish shalaah, Qad qaamatish shalaah
(Sungguh shalat telah mulai didirikan Sungguh shalat telah mulai didirikan). Allahu
Akbar Allahu Akbar (Allah Maha Besar, Allah Maha Besar). Laailaaha
illallah (Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah).
Maka keesokan harinya, saya pergi
menemui Rasulallah shallallahu 'alaihi wasallam dan memberitahukan
kejadian mimpiku itu, maka beliau bersabda: "Sesungguhnya mimpimu itu
adalah mimpi yang benar InsyaAllah. Karena itu berdirilah bersama Bilal dan
ajarkan kepadanya mimpimu itu, dan hendaklah dia yang adzan, karena suaranya
lebih lantang dari suaramu."
Maka saya pun berdiri bersama
Bilal, lalu saya ajarkan kepadanya bacaan-bacaan itu, sementara dia menyerukan
adzan itu.
Dia berkata; Kemudian Umar bin
Al-Khaththab mendengar seruan adzan itu ketika dia sedang berada di rumahnya,
lalu dia keluar sambil menarik pakaiannya dan berkata; “Demi Dzat yang
mengutusmu dengan al-Haq, wahai Rasulullah, sungguh saya telah bermimpi seperti
mimpi Abdullah itu”.
Maka Rasulallah bersabda:
"Maka segala puji hanya bagi Allah. [Sunan Abi Dawud no.421: Shahih]
500. Hadits no.570, Lafadz
adzan diucapkan dua kali dua kali, kecuali lafadz takbir 4x di awal dan tahlil
1x di akhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...